Berita

Jepang Terbitkan Peringatan Tsunami Usai Gempa Kuat di Wilayah Barat

Tokyo — Pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan tsunami setelah gempa kuat mengguncang wilayah barat negara itu pada Sabtu malam (5/10).
Badan Meteorologi Jepang (JMA) melaporkan gempa berkekuatan 7,1 magnitudo terjadi di lepas pantai Prefektur Kagoshima, sekitar pukul 19.42 waktu setempat, dan berpotensi menimbulkan gelombang tsunami di sepanjang pesisir barat daya Pulau Kyushu.

Warga di beberapa wilayah pesisir segera dievakuasi setelah sirene darurat berbunyi. Otoritas lokal meminta masyarakat menjauh dari pantai dan mencari tempat yang lebih tinggi.
Segera evakuasi. Jangan kembali ke pantai sampai peringatan dicabut,” tulis JMA dalam peringatan resminya yang disiarkan di televisi nasional NHK.


Guncangan Terasa hingga Ratusan Kilometer

Getaran gempa dirasakan kuat hingga Hiroshima dan Fukuoka, bahkan beberapa laporan menyebutkan gedung-gedung tinggi di Osaka ikut bergoyang.
Meski begitu, JMA memastikan gempa kali ini tidak menimbulkan kerusakan besar di daratan utama, namun potensi tsunami tetap menjadi ancaman utama di pesisir barat.

Pusat gempa terletak di kedalaman 30 kilometer di bawah laut, menjadikannya tipe gempa tektonik yang berpotensi menggerakkan dasar laut dan memicu gelombang besar.

Seorang warga setempat di Prefektur Miyazaki, Ayumi Tanaka, menceritakan kepada BBC Japan bahwa getarannya terasa lebih lama dari biasanya.

“Kami terbiasa dengan gempa kecil, tapi kali ini terasa lebih panjang dan lebih kuat. Setelah alarm tsunami berbunyi, kami segera berlari ke bukit di belakang rumah.”


Pemerintah Siagakan Tim Penyelamat dan Evakuasi Massal

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, memerintahkan tim penyelamat dan militer Jepang (SDF) untuk siaga penuh di wilayah terdampak.
Lebih dari 10.000 warga dilaporkan telah dievakuasi dari kawasan pesisir Kagoshima dan Amami.

“Keselamatan warga adalah prioritas utama. Kami sedang memantau pergerakan air laut dengan cermat,” kata Kishida dalam konferensi pers singkat di Tokyo.

JMA memperkirakan ketinggian tsunami awal bisa mencapai 1 hingga 3 meter, dengan potensi meningkat tergantung kondisi pasang laut.
Peringatan juga dikeluarkan bagi kapal nelayan agar tidak kembali ke pelabuhan sampai situasi benar-benar dinyatakan aman.


Jepang dan Memori Gempa Dahsyat 2011

Bagi warga Jepang, setiap peringatan tsunami membawa kembali ingatan pahit terhadap bencana Fukushima 2011, ketika gempa 9,0 magnitudo memicu gelombang setinggi 15 meter dan menyebabkan lebih dari 18.000 korban jiwa.

Sejak itu, Jepang membangun sistem peringatan dini tsunami paling canggih di dunia, dengan jaringan seismograf bawah laut dan sensor tekanan yang dapat mendeteksi perubahan dasar laut hanya dalam hitungan detik.

Kali ini, sistem tersebut bekerja cepat. Dalam waktu dua menit setelah gempa, peringatan otomatis muncul di siaran TV nasional dan ponsel warga.
Bagi masyarakat Jepang, disiplin dalam menghadapi bencana sudah menjadi bagian dari budaya.

“Kami tidak panik, karena tahu harus ke mana dan apa yang harus dibawa,” ujar Kenji Matsumoto, seorang pekerja di Kagoshima yang berhasil mengevakuasi keluarganya tak lama setelah alarm berbunyi.


Tidak Ada Kerusakan Nuklir atau Korban Jiwa

Kementerian Lingkungan Jepang memastikan bahwa tidak ada kerusakan pada fasilitas nuklir di wilayah barat daya, termasuk kompleks reaktor Sendai di Prefektur Kagoshima.
Petugas keamanan melakukan pemeriksaan cepat terhadap sistem pendingin reaktor, dan hasilnya menunjukkan semua unit berfungsi normal.

Selain itu, hingga Minggu pagi waktu setempat, tidak ada laporan korban jiwa atau luka serius.
Beberapa bangunan tua di dekat pelabuhan Amami mengalami retakan ringan, namun tidak ada kerusakan struktural besar.

“Kami bersyukur kali ini gempa tidak seburuk yang dikhawatirkan,” kata Gubernur Kagoshima, Satoshi Mitazono, kepada wartawan lokal. “Namun masyarakat tetap diminta waspada karena gempa susulan masih mungkin terjadi.”


Dukungan dan Solidaritas Global

Kabar gempa dan peringatan tsunami Jepang cepat menyebar di media sosial, dengan tagar #PrayForJapan kembali menjadi tren global di X (Twitter).
Pemerintah Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Indonesia menyampaikan solidaritas kepada Jepang dan siap memberikan bantuan jika dibutuhkan.

Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) melalui pernyataan resminya menyebut bahwa tidak ada WNI yang menjadi korban, namun tetap mengimbau agar warga Indonesia di Jepang memantau perkembangan dan mengikuti instruksi otoritas setempat.

“Kami terus berkoordinasi dengan KBRI Tokyo dan KJRI Osaka untuk memastikan keselamatan seluruh WNI,” tulis Kemlu RI, Minggu pagi.


Jepang: Antara Kesiapsiagaan dan Trauma Kolektif

Bencana alam memang bukan hal baru bagi Jepang, tetapi setiap kali gempa besar terjadi, muncul kembali trauma kolektif di tengah masyarakat.
Pemerintah daerah kini berlomba meningkatkan kesadaran warga melalui pelatihan rutin dan simulasi evakuasi yang diadakan hampir setiap bulan.

Bagi Jepang, setiap detik dalam menghadapi gempa adalah ujian: bukan hanya bagi teknologi, tetapi bagi ketahanan mental dan solidaritas sosial.
Sebagaimana dikatakan oleh Profesor Naoko Mori, pakar kebencanaan dari Kyoto University:

“Kita tidak bisa menghentikan gempa, tapi kita bisa memutus rantai korban. Itu dimulai dari kesiapan setiap individu.”


Penutup

Peringatan tsunami kali ini menjadi pengingat bahwa Jepang, meski dikenal maju dan disiplin, tetap hidup berdampingan dengan alam yang tak terduga.
Kecepatan sistem peringatan dan kedisiplinan warga menjadi faktor utama yang kembali menyelamatkan ribuan nyawa.

Bagi dunia, pengalaman Jepang adalah pelajaran tentang bagaimana sains, teknologi, dan budaya tangguh bisa bersatu melawan bencana.
Dan bagi rakyat Jepang sendiri, setiap sirene bukan sekadar tanda bahaya — tapi juga simbol bahwa mereka tidak akan pernah menyerah pada alam.


📌 Sumber:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *