Chikita Meidy Siap Ambil Alih KPR Setelah Suaminya Menunggak 5 Bulan
Artis mantan penyanyi cilik Chikita Meidy mengungkap langkah tegasnya untuk mengambil alih pembayaran KPR (Kredit Pemilikan Rumah), setelah suaminya, Indra Adhitya, menunggak selama lima bulan. Ambisinya adalah agar rumah tersebut tidak disita oleh bank.
Dalam persidangan di Pengadilan Agama Tigaraksa, Banten, Chikita menyampaikan bahwa kredit rumah tersebut awalnya atas nama Indra. Agar dia bisa melanjutkan kewajiban kredit, debitur harus dialihkan dari suaminya ke dirinya sendiri. Namun, proses tersebut belum bisa dilakukan karena Indra sulit dihubungi.
“Jadi kalau dia memberikan kuasa, maka aku tinggal dicek ulang ya, dianalisa lagi sama bank, debiturnya pindah ke aku. Sesimpel itu, Indra,” ujar Chikita dalam persidangan.
Chikita menegaskan bahwa secara finansial dia mampu melanjutkan pembayaran tersebut. Dia hanya membutuhkan kejelasan dan kerja sama dari Indra sebagai debitur awal agar pengalihan bisa berjalan.
“Take over ke saya. Take over dong. Kan istrinya masih mampu. Kita hadap ke bank. Karena dia yang membuka otoritas itu. Debiturnya beliau,” ujarnya lebih lanjut.
Menurut Chikita, tanggung jawab atas rumah seharusnya berada di pihak suami dalam rumah tangga. Namun, dengan posisi Indra yang sulit dijangkau, dia merasa terpaksa mengambil alih demi melindungi aset keluarga dari tindakan bank.
“Sandang, pangan, papan itu urusan pria, walaupun sekarang ini dia entah di mana kita nggak tahu,” tuturnya.
Kisruh Hukum: Perceraian dan Rekonvensi
Persoalan KPR ini berlangsung di tengah proses perceraian yang diajukan Chikita terhadap Indra sejak Juli 2025.Dalam persidangan terakhir, pihak Indra diketahui mengajukan re-konvensi ke Chikita dengan tuntutan sebagai berikut:
- Mendukung seluruh gugatan rekonvensi oleh Indra
- Meminta pengembalian mahar berupa logam mulia dan berlian total 30 gram
- Menuntut Chikita membayar uang muka rumah sebesar Rp 410.422.200 plus 41 kali angsuran KPR yang sudah dibayar senilai total Rp 528.360.399
Chikita membantah bahwa ia harus membayar kembali jumlah itu. Ia menyebut bahwa selama proses pembelian rumah, Indra sempat meminta bantuannya agar pembayaran KPR bisa berlanjut. Menurutnya, sejumlah dana yang digunakan adalah miliknya. Sekarang, dianggap tidak adil jika dia dipaksa melunasi total tunggakan plus kewajiban tambahan terhadap Indra.
“Dia bilang ke pengacaranya lewat bukti rekonvensi ini […] saya disuruh bayar Indra Rp 938 juta kawan-kawan, yang di mana dia debitur … uang saya, terus sekarang saya diminta bayar balik ke dia,” ungkap Chikita sambil menunjukkan video sebagai bukti.
Dalam beberapa sidang, Indra beberapa kali tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Ini turut memperumit penyelesaian sengketa KPR dan properti rumah.
Mekanisme “Take Over” KPR dalam Kondisi Perceraian
Permasalahan yang dihadapi Chikita bukan sekadar persoalan niat, tetapi juga aspek teknis dan legal dalam bank serta hukum perdata. Dalam artikel “Berkaca dari Chikita Meidy, Ini Tips Take Over KPR Pasangan di Tengah Perceraian,” Detik menjabarkan beberapa poin penting terkait prosedur dan hambatan take over KPR di situasi rumah tangga yang berkonflik.
Beberapa poin yang perlu diperhatikan:
- Kehadiran debitur lama dan baru diperlukan dalam pengajuan ke bank untuk pengalihan tanggung jawab KPR
- Debitur baru harus mengurus ulang proses kredit (credit underwriting) sesuai kebijakan bank, termasuk verifikasi dokumen dan kemampuan bayar
- Tunggakan yang belum dibayar oleh debitur lama harus diselesaikan atau diperhitungkan dalam negosiasi
- Status kepemilikan rumah (harta gono-gini atau harta bawaan) harus diperjelas terlebih dahulu melalui kesepakatan atau keputusan pengadilan
- Jika debitur lama tidak bersedia bekerja sama, proses menjadi lebih panjang, bahkan bisa melibatkan pengadilan untuk memutuskan hak atas properti
Perencana keuangan Andy Nugroho menyebut bahwa jika suami masih mau dilibatkan, proses take over relatif sederhana dengan persetujuan dan dokumen yang lengkap. Namun, bila pihak suami menolak atau sulit dihubungi, pihak istri menghadapi tantangan besar.
Secara legal, apabila rumah tersebut termasuk harta gono-gini dan belum ada kesepakatan pembagian, maka proses pengalihan bisa diperdebatkan di pengadilan harta bersama.
Dampak & Risiko Take Over dalam Kasus Ini
Jika langkah Chikita berhasil, ia dapat menjaga rumah tetap dalam tanggungannya sendiri dan mencegah penyitaan oleh bank. Namun, sejumlah risiko tetap membayangi:
- Bank bisa menolak pengalihan jika dianggap debitur baru tidak memenuhi kriteria kredit
- Beban tunggakan: jika tunggakan tidak diselesaikan, beban tersebut masih menjadi masalah finansial
- Gugatan dari suami: jika Indra menang dalam rekonvensi atau memenangkan tuntutan, Chikita bisa dipaksa menyerahkan sebagian hak atau membayar kembali
- Sengketa harta bersama: jika properti ini disepakati sebagai harta bersama, keputusan pengadilan bisa mempengaruhi siapa yang berhak atas rumah
Hal ini berarti keberhasilan proses take over tidak hanya tergantung pada kesiapan finansial Chikita, tetapi juga kerja sama pihak Indra dan keputusan pengadilan apabila konflik tidak diselesaikan di luar persidangan.
Kesimpulan & Rekomendasi
Kasus yang dialami Chikita Meidy ini menyoroti kompleksitas pengalihan KPR (take over) di tengah konflik rumah tangga. Dia menghadapi dua front: menyelamatkan aset (rumah) dengan mengambil alih kredit, dan menghadapi gugatan balik dari suami terkait uang mahar dan pembayaran KPR.
Kata Kunci Fokus: take over KPR pasangan
Meta Deskripsi:
“Chikita Meidy bersiap ambil alih KPR sang suami setelah menunggak 5 bulan. Meski mampu secara finansial, proses take over menghadapi tantangan legal, persetujuan bank, dan sengketa harta bersama.”
Penempatan kata kunci:
- Judul atau subjudul menyertakan “take over KPR pasangan”
- Paragraf pembuka mencantumkan kata kunci
- Satu atau dua subjudul/isi tengah mencantumkan frasa tersebut
- Meta deskripsi (di atas) mengandung kata kunci
