Kriminalitas

Perang Melawan Narkoba: Saatnya Melihat Sebagai Isu Kemanusiaan, Bukan Hanya Kejahatan

Jakarta – Kepala BNN, Suyudi Ario Seto, kembali menegaskan bahwa penanggulangan narkoba di Indonesia harus dilihat sebagai sebuah isu kemanusiaan — bukan hanya sebagai urusan polisi dan hukum. Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (22 Oktober 2025), Suyudi menyatakan bahwa strategi pemberantasan narkoba akan kembali diarahkan pada pemulihan pengguna sebagai korban serta edukasi dan pencegahan di akar masalah.

“Kami akan mengembalikan eksistensi dan marwah BNN sesuai tupoksi dalam semangat kami ‘War Drugs for Humanity’,” ujar Suyudi.

Kenapa Narkoba Harus Dilihat Sebagai Isu Kemanusiaan?

Selama ini, war on drugs sering diasosiasikan dengan operasi polisi, penggerebekan, penangkapan bandar, dan pemberian sanksi pidana.

“Narkoba dipandang sebagai isu kemanusiaan bukan hanya sekadar kriminalitas. Pengguna narkoba sebagai korban yang harus disembuhkan melalui rehabilitasi, bukan penjara.” — Suyudi Ario Seto

Alasan utama mengapa pendekatan kemanusiaan menjadi penting:

Banyak pengguna narkoba sesungguhnya adalah korban — mereka terjerat karena tekanan sosial, ekonomi, trauma, atau lingkungan yang mendukung penyalahgunaan.

Jika hanya fokus pada penegakan hukum tanpa memulihkan pengguna, maka siklus penyalahgunaan akan terus berulang dan beban sosial meningkat.

Pendekatan kemanusiaan memungkinkan integrasi pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial, bukan semata penahanan.

Suyudi juga menekankan bahwa strategi tersebut selaras dengan visi nasional, yakni poin ke-7 dari program “Asta Cita” Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan pemberantasan narkoba sebagai bagian dari reformasi hukum dan ketahanan bangsa.

Strategi Baru: Dari Penegakan Hukum ke Pemulihan Manusia

Dalam praktiknya, arah baru BNN meliputi beberapa fokus utama:

Mengurangi permintaan (demand) narkoba, bukan hanya menekan suplai.
Suyudi menyatakan bahwa tanpa menurunkan permintaan, maka suplai akan terus tumbuh subur. Ia mengatakan:

“Kemudian, tentunya mengurangi demand narkoba agar rantai suplai makin melemah. Pendekatan preemtif dan edukatif terus kita perkuat.”

Memperkuat komunitas dan edukasi masyarakat.
Program berbasis komunitas akan terus diperluas agar pencegahan dapat dilakukan sejak tingkat akar — di sekolah, kampung, organisasi masyarakat — sehingga pengguna tidak harus menunggu hingga kondisi memburuk.

Rehabilitasi dan pemulihan sebagai prioritas.
Alih-alih langsung penahanan, pengguna yang terdeteksi akan didorong ke program rehabilitasi. Ini juga berarti perluasan fasilitas kesehatan, tenaga profesional, dan pendanaan yang memadai.

Sinergi lintas instansi dan perubahan paradigma sosial.
Tidak hanya BNN atau Kepolisian, tetapi juga Kemenkes, Kemenpora, organisasi masyarakat sipil, hingga keluarga harus menjadi bagian dari strategi. Syu­di mengakui bahwa perubahan persepsi masyarakat terhadap pengguna narkoba — dari “pelaku kriminal” menjadi “korban yang perlu dibantu” — adalah pekerjaan besar.

Tantangan yang Dihadapi

Mengubah paradigma pemberantasan narkoba bukan perkara mudah. Beberapa tantangan yang disebut Suyudi antara lain:

Infrastruktur rehabilitasi yang belum memadai di seluruh daerah.

Stigma masyarakat terhadap pengguna narkoba yang masih kuat, membuat banyak pengguna takut melapor atau mencari bantuan.

Kebijakan dan peraturan yang masih cenderung penal dan hukuman berat, dibanding penekanan pada rehabilitasi.

Jaringan suplai narkoba yang semakin adaptif dan lintas negara, membuat penekanan pada hanya suplai menjadi kurang efektif tanpa upaya pengurangan permintaan.

Suyudi mengingatkan:

“Tanpa perubahan persepsi tersebut, maka pengguna akan tetap takut dibuka sebagai korban yang butuh bantuan dan malah memilih untuk bersembunyi atau kembali ke lingkungan yang sama.”

Implikasi bagi Kebijakan Publik dan Masyarakat

Pendekatan baru ini memiliki implikasi luas.

Kebijakan hukum dan pidana: Peraturan harus bisa memberi ruang untuk opsi alternatif seperti rehabilitasi wajib, bukan hanya penjara.

Anggaran dan fasilitas kesehatan: Pemerintah harus mengalokasikan dana yang cukup untuk pusat rehabilitasi, pelatihan tenaga kesehatan, dan program pencegahan berbasis komunitas.

Edukasi masyarakat: Kampanye publik harus memperjelas bahwa penyalahgunaan narkoba bukan sekadar masalah kriminal, tetapi masalah sosial-kesehatan.

Pelibatan keluarga dan lingkungan sosial: Peran keluarga dalam mendeteksi dan membantu anggota yang terindikasi penting, begitu juga peran sekolah dan komunitas lokal.

Pemulihan sosial ekonomi: Pengguna yang telah rehabilitasi perlu peluang reintegrasi, pekerjaan, dan dukungan agar mereka tidak kembali ke penyalahgunaan karena keputusasaan atau stigma.

Bagi masyarakat luas, ada beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan untuk mendukung arah baru ini:

Mengedukasi diri dan orang di sekitar tentang risiko narkoba serta fakta bahwa pengguna juga korban.

Menghindari stigma terhadap pengguna narkoba yang telah berdamai dengan masa lalu mereka; mendukung mereka untuk mendapatkan rehabilitasi.

Mendukung program pencegahan di sekolah, kampung, tempat kerja dengan menjadi relawan atau aktif dalam kampanye.

Bila menemukan teman/kerabat yang mulai terlibat atau menunjukkan tanda-tanda penyalahgunaan narkoba, dorong mereka untuk mencari bantuan ke pusat rehabilitasi atau instansi terkait.

Kesimpulan

Pernyataan Kepala BNN — bahwa penanggulangan narkoba harus dipandang sebagai isu kemanusiaan, bukan sekadar kriminalitas — merupakan sinyal penting bahwa paradigma lama sedang bergeser. Strategi yang lebih humanis ini memberi harapan bahwa pengguna narkoba bisa dipulihkan dan disertakan kembali dalam masyarakat, bukan hanya dipenjarakan.

Namun, keberhasilan visi ini sangat bergantung pada implementasi yang konsisten: adanya fasilitas rehabilitasi yang memadai, perubahan sosial yang nyata, dukungan lintas sektor, dan penguatan pendidikan serta komunitas. Jika semua elemen tersebut dapat bergerak bersama, maka perang melawan narkoba di Indonesia bisa benar-benar memperkuat ketahanan bangsa — tidak hanya dengan penahanan, tetapi dengan pemulihan manusia dan pencegahan yang tepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *