Berita

Tragedi di Ciamis: Sopir Ambulans Wahyu Meninggal Mendadak Usai Antar Jenazah, Kelelahan dan Penyakit Lambung Jadi Penyebab

Ciamis, 27 Oktober 2025 — Seorang sopir ambulans bernama Wahyu (48) menghembuskan napas terakhirnya di Desa Hujungtiwu, Panjalu, Ciamis, Jawa Barat, pada Jumat sore (24/10) lalu, sesaat setelah menjalankan tugas mulianya: mengantar jenazah warga bernama Lilih (45) dari RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung ke rumah duka. Tragedi ini bukan sekadar berita duka, tapi cermin dari beban berat pekerja kemanusiaan di Indonesia—yang sering luput dari perhatian. Dengan riwayat penyakit lambung kronis dan kelelahan usai perjalanan jauh, Wahyu tiba-tiba pingsan di kursi kemudi dan dinyatakan meninggal di Puskesmas Sukamantri. Bagi keluarga dan warga Ciamis, ini kehilangan yang mendalam, sekaligus pengingat: kesehatan pekerja garis depan perlu dijaga, karena nyawa mereka tak kalah berharga.

Kronologi Kejadian: Dari Tugas Mulia ke Akhir Hidup

Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 16.30 WIB. Wahyu, sopir ambulans berpengalaman, baru selesai menempuh perjalanan 3-4 jam dari Bandung ke Ciamis untuk antar jenazah Lilih, warga setempat. Begitu ambulans tiba di rumah duka, warga sibuk menurunkan jenazah. Tiba-tiba, Wahyu ambruk dari kursi kemudi, tak sadarkan diri. “Kami kaget, tadi masih bantu buka pintu ambulans, eh tiba-tiba jatuh,” kata seorang saksi, dikutip CNN Indonesia. Warga buru-buru bawa ke Puskesmas Sukamantri, tapi nyawa Wahyu tak terselamatkan.

Pemeriksaan medis oleh tim puskesmas tak temukan tanda kekerasan. Kapolres Ciamis AKBP Hidayatullah konfirmasi: “Dugaan sementara, korban meninggal akibat kelelahan dan penyakit lambung kronis yang kambuh.” Keluarga Wahyu ungkap ia memang punya riwayat lambung selama bertahun-tahun, tapi tetap kerja keras demi tugas. “Dia orang baik, selalu bantu warga, nggak pernah ngeluh,” kata istri Wahyu, yang kini harus hadapi duka sambil urus anak-anak mereka.

Beban Sopir Ambulans: Kelelahan yang Tak Terlihat

Kisah Wahyu bukan kasus terisolasi. Sopir ambulans di Indonesia, terutama di daerah seperti Ciamis, sering kerja di bawah tekanan: jadwal padat, perjalanan jauh, dan minim istirahat. Data Kemenkes 2024 sebut 60% tenaga medis non-dokter, termasuk sopir ambulans, alami stres kerja karena beban tugas dan gaji rendah (rata-rata Rp 2-4 juta/bulan). Di Jabar, dengan 27 kabupaten/kota dan hanya 1.200 ambulans (data Dinkes Jabar 2023), satu sopir bisa antar 3-5 pasien/jenazah per hari, sering lintas kota seperti Bandung-Ciamis (120 km).

Penyakit lambung kronis, seperti dialami Wahyu, juga umum di kalangan pekerja informal. Riset UI (2023) bilang 25% pekerja dengan jadwal tak menentu alami gangguan lambung karena pola makan buruk dan stres. “Perjalanan jauh, nggak sempat makan, ditambah stres bikin lambung kambuh,” kata dr. Ari Fahrial Syam, spesialis penyakit dalam. Wahyu, yang mungkin skip makan demi cepat sampai, jadi korban keadaan.

Dampak ke Masyarakat: Kehilangan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Bagi warga Hujungtiwu, Wahyu adalah pahlawan lokal. “Dia nggak cuma sopir, tapi sahabat. Tiap ada warga sakit, dia yang antar ke RS,” kata tetangga. Kini, desa kehilangan sosok yang vital, sementara keluarga Wahyu—dengan 2 anak masih sekolah—hadapi masa sulit. Kapolres bilang keluarga terima ikhlas, tapi ini nggak cukup: dukungan finansial dan psikologis dari pemerintah atau yayasan ambulans penting.

Kasus ini juga sorot minimnya perlindungan pekerja ambulans. Ikatan Sopir Ambulans Indonesia (ISAI) 2024 catat 70% sopir tak punya BPJS Ketenagakerjaan, apalagi asuransi kesehatan. “Kami cuma dianggap ‘tukang antar’, padahal nyawa pasien di tangan kami,” kata Ketua ISAI Jabar. Ini mirip kisah debt collector di Cengkareng (BeritaSekarang.id, 24/10/2025), di mana pekerja garis depan hadapi risiko besar tapi kurang dihargai.

Solusi: Jaga Nyawa Penyelamat Nyawa

Kematian Wahyu panggilan buat pemerintah dan masyarakat:

  1. Cek Kesehatan Rutin: Dinkes Jabar bisa wajibkan pemeriksaan kesehatan berkala untuk sopir ambulans, deteksi dini penyakit kronis.
  2. Jadwal Kerja Manusiawi: Batas maksimal jam kerja (8 jam/hari) dan istirahat cukup, plus tambah armada ambulans di daerah terpencil.
  3. Asuransi dan Dukungan: BPJS Ketenagakerjaan wajib untuk sopir ambulans, seperti diusulkan skema BPJS Kesehatan (TentangRakyat.id, Oktober 2025).
  4. Edukasi Masyarakat: Warga bisa bantu sopir ambulans dengan logistik sederhana (air, makanan) saat tugas jauh, kurangi beban.

Bagi Indonesia, yang sedang kejar target kesehatan seperti “Bebas AIDS 2030” (TentangRakyat.id), nyawa pekerja seperti Wahyu sama pentingnya dengan pasien. Seperti kata dr. Ari: “Sopir ambulans itu penutup rantai pelayanan kesehatan. Kalau mereka jatuh, sistem juga goyah.” Di Ciamis yang hening, Wahyu pergi sebagai pahlawan—tapi harapannya, tak ada lagi pahlawan yang jatuh begini.

📌 Sumber: CNN Indonesia, Kemenkes, Dinkes Jabar, UI (2023), ISAI, diolah oleh tim tentangrakyat.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *