Dosen Perempuan di Jambi Dibunuh dan Diduga Diperkosa, Pelaku Oknum Polisi Aktif
Jakarta — Sebuah kasus yang mengguncang muncul dari Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, di mana seorang dosen perempuan ditemukan tewas di rumahnya dengan indikasi kuat pemerkosaan dan pembunuhan. Pelaku yang kini ditetapkan sebagai tersangka adalah oknum anggota polisi aktif. Penanganan dan proses penyidikan kasus ini menjadi sorotan publik lantaran menyangkut aparat penegak hukum sebagai pelaku.
Kronologi Temuan
Korban — yang diidentifikasi sebagai EY (37) — ditemukan tewas pada Sabtu (1 November 2025) sekitar pukul 13.00 WIB di rumahnya di Perumahan Al‑Kausar, Dusun Sungai Mengkuang, Kecamatan Rimbo Tengah, Kabupaten Bungo. Polisi kemudian memasang garis polisi dan melakukan olah tempat kejadian perkara. Bukti awal menunjukkan luka lebam di wajah, bahu, leher, serta luka di kepala korban. Sementara itu, ditemukan juga adanya cairan sperma di celana korban, yang memperkuat dugaan pemerkosaan.
Pelaku dan Penetapan Tersangka
Pelaku dalam kasus ini adalah BRIPDA W (22), seorang anggota polisi yang berdinas di Polres Tebo, Kabupaten Tebo, Jambi.Ia berhasil dibekuk pada Minggu (2 November 2025) di sebuah kos‑kosan di wilayah Tebo Tengah, kurang dari 24 jam setelah korban ditemukan. Polres Bungo selaku institusi penangan kasus menegaskan bahwa meskipun pelaku adalah anggota polisi, proses hukum akan dilaksanakan profesional, transparan, dan tanpa pengecualian.
Motif Sementara
Penyidik menyebut motif sementara kasus ini berkaitan dengan “hubungan asmara” antara korban dan pelaku. Namun, pihak berwenang masih membuka kemungkinan adanya motif lain dan terus menggali bukti lebih lengkap. Mobil milik korban, jenis Honda Jazz, ditemukan ikut dibawa oleh pelaku. Bukti ini menjadi bagian dari rangkaian penyidikan yang mendalami keterkaitan antara korban dan tersangka.
Tuntutan Publik dan Kampanye Penegakan Hukum
Kasus yang melibatkan anggota polisi ini memunculkan pertanyaan besar terhadap integritas institusi kepolisian dan mekanisme pengawasan internal. Aktivis perempuan dan lembaga hak asasi manusia mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan—termasuk pemerkosaan dan pembunuhan—masih menjadi persoalan serius di Indonesia dan membutuhkan respons cepat serta adil.
Dalam konferensi pers, Kapolres Bungo AKBP Natalena Eko Cahyono menyatakan: “Kami turut berduka cita atas meninggalnya EY. Polres Bungo berkomitmen menegakkan keadilan. Tidak ada yang kebal hukum, siapa pun pelakunya
Tantangan dalam Penanganan
Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus ini:
- Pemulihan bukti forensik yang melibatkan otopsi jenazah oleh dokter forensik dari RS Bhayangkara Polda Jambi untuk memastikan luka‑luka dan bukti kekerasan seksual.
- Tekanan publik agar proses hukum berjalan cepat dan transparan, tanpa ada intervensi atau penanganan istimewa terhadap pelaku karena statusnya sebagai anggota polisi.
- Risiko potensi keguncangan kepercayaan masyarakat terhadap aparat bila kasus ini tidak diselesaikan dengan tegas dan terbuka.
Implikasi Lebih Luas
Kasus ini bukan hanya menjadi tragedi pribadi bagi korban dan keluarga, tapi juga memberikan sinyal penting bagi masyarakat nasional bahwa “aparat” pun bisa menjadi pelaku dalam kejahatan berat. Hal ini menggarisbawahi urgensi reformasi internal, pengawasan eksternal, dan perlindungan hak perempuan yang lebih kuat.
Dosen sebagai figur akademis biasanya dihormati dan dilindungi dalam struktur sosial—jangkaun pelaku dari lingkungan institusi kepolisian menambah tingkatan keparahan kasus ini. Publik menuntut agar institusi hukum dan akademis bekerja sama untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Langkah Selanjutnya
Penyidik akan terus memperkuat bukti melalui pemeriksaan saksi, analisis forensik, jejak digital, rekaman CCTV bila ada, dan pelacakan alibi tersangka. Kondisi pelaku akan diperiksa, termasuk proses internal kepolisian guna menentukan sanksi disipliner selain pidana umum. Korban dan keluarga juga diharapkan mendapatkan pendampingan psikologis dan dukungan hukum.
Penutup
Kematian tragis EY di Kabupaten Bungo menjadi pengingat keras bahwa kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di mana saja — bahkan melibatkan aparat negara. Tanggung jawab institusi penegak hukum kini semakin besar untuk menegakkan keadilan tanpa kompromi. Masyarakat akan mengawasi jalannya proses hukum sebagai tolok ukur keadilan di negeri ini.

