Politik

Projo Buka Sayembara Logo Baru, Ganti Wajah Jokowi di Identitas Organisasi

Jakarta — Relawan nasional Projo, yang selama ini dikenal dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo, menyatakan akan melakukan penyegaran logo organisasi. Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, mengumumkan bahwa sayembara terbuka untuk masyarakat diadakan agar desain baru bisa menceritakan visi-misi jangka panjang Projo yang melewati figur tunggal. Langkah ini mengundang perhatian luas karena selama ini logo Projo menampilkan siluet wajah Jokowi.


Latar Belakang Perubahan Logo

Selama bertahun-tahun, identitas visual Projo melekat dengan figur Jokowi—sebagai simbol dukungan yang kuat terhadap kepemimpinan beliau. Logo organisasi menampilkan siluet wajah Presiden ke-7 RI itu sebagai ikon utama. Namun menurut Budi Arie, kini saatnya Projo memiliki identitas yang bersifat institusional dan tidak hanya melekat pada satu figur saja.


“Langkah ini bukan berarti kami meninggalkan kehadiran Pak Jokowi sebagai bagian dari sejarah kami,” ujar Budi Arie dalam pernyataannya. “Melainkan sebagai langkah maju dalam membangun identitas Projo yang lebih luas dan generasi ke depan.”


Dengan demikian, sayembara ini dipandang sebagai bagian dari proses transformasi internal organisasi menuju model yang lebih mandiri dan berkelanjutan.


Detail Sayembara & Dukungan Masyarakat

Sayembara terbuka ini mengajak masyarakat umum ikut mengusulkan desain logo baru Projo. Ketentuan resmi mencakup unsur-unsur seperti “nilai kepemimpinan, kerakyatan, gotong-royong, dan generasi muda”. Logo baru ditargetkan mencerminkan “visibilitas nasional dan kesinambungan peran sosial-politik relawan”.


Peserta sayembara dapat mengirimkan karya berupa konsep grafis bersama narasi ringkas yang menjelaskan makna desain. Pemenang akan diumumkan melalui kanal resmi Projo dan mendapatkan penghargaan tertentu (belum diumumkan secara detail).
Reaksi masyarakat beragam. Beberapa pihak menilai bahwa langkah ini sebagai tahapan organisasi yang sehat—mulai melepaskan ikatan langsung ke figur tunggal dan memperkuat korporatisasi relawan. Ada pula pengamat politik yang memperhatikan bahwa proses ini bisa menunjukkan kesiapan Projo untuk mandiri dalam lanskap politik Indonesia.


Implikasi Politik dan Organisasi

Langkah Projo untuk mengganti logo dengan sayembara publik bukan sekadar soal desain grafis, melainkan juga sinyal perubahan dalam organisasi politik-relawan. Berikut beberapa implikasi signifikan:

  • Citra organisasi: Identi­titas visual baru memberikan kesempatan bagi Projo untuk membangun citra yang lebih inklusif dan tidak hanya terjajah oleh figur tunggal — sebuah langkah penting dalam era relawan yang ingin tetap relevan.
  • Posisi politik: Meski tetap menyatakan keterkaitan historis dengan Jokowi, Projo kini tampak mengarahkan pandangan ke masa depan—menguji daya tarik baru bagi generasi muda dan relawan yang independen.
  • Kemandirian institusional: Dengan logo yang lebih mewakili lembaga, bukan individu, Projo menegaskan bahwa peran relawan harus lebih struktural dan berkelanjutan, bukan hanya dalam konteks dukungan figur.
  • Keterlibatan publik: Sayembara terbuka adalah mekanisme partisipatif—mengajak masyarakat turut membangun identitas organisasi, sekaligus memperluas basis dukungan dan keterikatan.

Tantangan yang Harus Dihadapi

Meski prospek positif banyak muncul, langkah ini juga menyimpan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi oleh Projo:

  • Penerimaan publik: Ada risiko persepsi bahwa perubahan logo sebagai “munculnya jarak” antara organisasi dengan figur yang selama ini mewakili. Projo perlu menjaga narasi dan transparansi agar tak dianggap pengabaian terhadap sejarah dukungannya.
  • Konsistensi nilai: Logo baru bisa saja bagus secara visual, namun bila tidak dibarengi nilai dan aksi nyata dalam lapangan—seperti program sosial, relawan aktif, dan peran publik—maka hanya menjadi simbol kosong.
  • Transisi brand: Perubahan logo membutuhkan penyesuaian dalam seluruh aspek komunikasi organisasi—mulai dari situs webs­ite, media sosial, atribut relawan, hingga simbol fisik di lapangan. Biaya dan waktu menjadi tantangan praktis.
  • Polarisasi politik: Karena Projo punya sejarah relawan politik, segala perubahan identitas dapat dimaknai sebagai perubahan orientasi politik — sehingga komunikasi internal dan eksternal menjadi kunci guna meredam spekulasi negatif.

Respons dari Figur Terkait dan Stakeholder

Meskipun tidak ada pernyataan publik langsung dari Jokowi terkait perubahan logo ini, sikap Projo yang menyebut “sejarah kami bersama Jokowi tetap terhormat” menunjukkan itikad menjaga hubungan baik.

Hal ini juga diamati oleh pengamat bahwa konsolidasi relawan sering dilakukan menjelang momentum politik seperti pemilu atau perubahan arah organisasi.
Stakeholder lainnya—seperti masyarakat relawan, aktivis sosial, dan pengamat politik—menilai bahwa proses partisipatif melalui sayembara dapat menjadi model yang baik bagi organisasi relawan di Indonesia untuk memperkuat keterikatan basis dan memperbaharui citra. Namun mereka juga mengingatkan agar proses seleksi dan mekanisme sayembara dilaksanakan secara terbuka dan akuntabel.


Pesan bagi Generasi Relawan dan Masyarakat Umum

  • Bagi generasi muda yang tertarik bergabung dengan relawan sosial-polit­ik, inisiatif seperti perubahan identitas visual melalui sayembara adalah peluang untuk terlibat aktif dan memberikan kontribusi kreatif.
  • Bagi organisasi relawan lainnya, langkah Projo bisa jadi inspirasi untuk merombak identitas agar lebih relevan dengan perkembangan zaman—tidak stagnan di satu periode atau figur.
  • Bagi masyarakat umum, perubahan logo bukan sekadar kosmetik, tetapi cerminan dinamika organisasi sosial-polit­ik yang mengadaptasi diri dengan zaman dan aspirasi publik yang terus berubah.

Kesimpulan

Pengumuman Projo untuk mengganti logo dan membuka sayembara adalah langkah strategis yang mencerminkan transformasi organisasi relawan Indonesia dalam era baru. Dengan tetap menghormati sejarah bersama Jokowi, Projo memilih membuka ruang kreatif publik untuk menentukan identitas visual berikutnya—sebagai simbol keberlanjutan, partisipasi masyarakat, dan relevansi masa depan.
Perjalanan ini tak hanya soal gambar atau simbol semata, tetapi tentang bagaimana sebuah lembaga relawan bisa tetap hidup, adaptif, dan memiliki daya tarik generasi sekarang tanpa melepas akar sejarah. Momen ini pun mengajak kita semua—relawan, organisasi sosial, generasi muda—untuk berpikir bahwa identitas yang baik adalah yang bisa menyesuaikan masa depan, tanpa melupakan masa lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *