BMKG Keluarkan Imbauan untuk Warga dan Pemda di Wilayah Terdampak Bibit Siklon Tropis 96S
Jakarta — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini dan imbauan resmi kepada warga serta pemerintah daerah (pemda) di sejumlah wilayah Indonesia terkait terbentuknya bibit siklon tropis 96S di perairan Samudra Hindia bagian selatan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pembentukan sistem cuaca ini berpotensi memicu cuaca ekstrem, termasuk hujan deras, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyatakan bahwa masyarakat di daerah pesisir perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama di selatan Jawa, Bali, NTB, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). “BMKG menekankan agar masyarakat pesisir berhati-hati terhadap gelombang tinggi yang bisa mencapai lebih dari 2,5 meter di perairan tersebut,” ungkapnya.
Deteksi Bibit Siklon Tropis 96S
Menurut rilis resmi BMKG, bibit siklon tropis 96S mulai terbentuk sejak 25 Desember 2025, di Samudra Hindia selatan NTB dengan tekanan udara minimum sekitar 1003 hPa dan kecepatan angin maksimum sekitar 15 knot (±28 km/jam). BMKG menyampaikan bahwa sistem ini belum cukup terorganisir sebagai siklon tropis, namun tetap berdampak pada kondisi cuaca di beberapa wilayah di Indonesia.
Citra satelit terakhir menunjukkan adanya pertumbuhan awan konvektif di sekitar pusat sirkulasi, meskipun struktur bibit siklon ini masih terbilang sporadis. BMKG memperkirakan bibit ini masih akan mengalami sedikit peningkatan kecepatan angin dalam 24-48 jam ke depan sebelum bergerak ke arah barat laut dan barat dalam 48-72 jam ke depan.
BMKG juga menilai bahwa potensi perkembangan bibit siklon 96S menjadi siklon tropis dalam 24-72 jam ke depan berada pada kategori rendah, namun bukan berarti wilayah Indonesia aman sepenuhnya dari gangguan cuaca ekstrem yang dimungkinkan oleh fenomena tersebut.
Wilayah Rawan Dampak Cuaca Ekstrem
BMKG memetakan sejumlah daerah yang berpotensi terdampak oleh kondisi cuaca akibat bibit siklon ini, termasuk:
- Hujan sedang hingga lebat di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
- Angin kencang di pesisir selatan Bali hingga NTT.
- Tinggi gelombang laut kategori sedang (1,25–2,5 meter) di perairan selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur, perairan selatan Pulau Lombok hingga Pulau Timor, serta Laut Sawu.
- Tinggi gelombang laut kategori tinggi (2,5–4 meter) di Selat Bali bagian selatan dan Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga NTT.
Potensi gelombang tinggi ini juga telah dilaporkan oleh media lokal di Bali, yang mencatat bahwa sejumlah pesisir selatan mengalami gelombang besar dan angin kencang yang memicu kekhawatiran keselamatan pelayaran serta potensi abrasi pantai.
Imbauan kepada Warga Pesisir dan Nelayan
BMKG secara tegas meminta warga di daerah pesisir untuk menunda atau berhati-hati melakukan aktivitas di laut, terutama nelayan atau pelaku transportasi laut yang menggunakan kapal kecil atau perahu tradisional. Keselamatan menjadi prioritas utama, mengingat gempa cuaca akibat bibit siklon dapat mempercepat gelombang tinggi hingga lebih dari 2,5 meter di beberapa perairan.
“Nelayan dan pelaku transportasi laut sebaiknya memperhatikan informasi cuaca sebelum melaut. Hindari beraktivitas di perairan bila kondisi gelombang dan angin sudah berbahaya,” tambah Guswanto dalam keterangannya.
BMKG juga mendorong masyarakat untuk selalu memperbaharui informasi cuaca melalui kanal resmi BMKG, termasuk aplikasi cuaca, situs resmi lembaga, maupun siaran radio lokal yang menyiarkan peringatan dini cuaca ekstrem secara berkala.
Kewaspadaan di Daratan: Hujan, Angin Kencang, dan Risiko Bencana
Tak hanya warga pesisir, BMKG juga memperingatkan masyarakat yang tinggal di daratan untuk mengantisipasi hujan lebat dan potensi angin kencang. Kondisi ini bisa memicu bencana hidrometeorologi seperti:
- Banjir bandang di dataran rendah.
- Longsor tanah di daerah perbukitan dan pegunungan.
- Pohon tumbang dan gangguan jaringan listrik akibat hembusan angin kencang yang tak terduga.
Pihak BMKG mengajak pemerintah daerah dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk meningkatkan kesiapsiagaan, mulai dari pemantauan titik rawan, penyiapan jalur evakuasi, hingga koordinasi dengan TNI/Polri serta lembaga kemanusiaan. Pemda juga diimbau agar menyebarluaskan informasi cuaca ekstrem kepada warga melalui kanal komunikasi resmi seperti pesan singkat, media sosial, maupun radio komunitas.
Upaya Mitigasi oleh Pemerintah Daerah
Berbagai pemerintah provinsi di Indonesia telah merespons peringatan BMKG dengan meningkatkan status kewaspadaan di wilayahnya. Di beberapa daerah pesisir, BPBD bersama instansi terkait melakukan patroli kesiapsiagaan di kawasan rawan penerjangan ombak besar serta memperketat koordinasi antara pos pengamatan cuaca dengan BPBD kabupaten/kota.
Selain itu, sosialisasi langkah mitigasi seperti pembersihan saluran drainase dan edukasi tanggap bencana kepada masyarakat turut digelar menjelang puncak musim hujan. Hal ini menjadi bagian dari upaya mencegah dampak lebih luas saat cuaca ekstrem benar-benar terjadi di wilayah tersebut.
Peran BMKG dalam Peringatan Dini Cuaca Ekstrem
BMKG memiliki peran penting dalam memberikan peringatan dini cuaca dan sistem cuaca ekstrem di seluruh Indonesia. Lembaga ini secara rutin memantau perubahan atmosfer dan kondisi permukaan laut menggunakan citra satelit, radar cuaca, serta jaringan stasiun pengamatan cuaca di seluruh nusantara.
Peringatan dini yang dikeluarkan BMKG bertujuan tidak hanya untuk menginformasikan potensi ancaman, tetapi juga memacu respons cepat oleh pemerintah daerah serta masyarakat. Dengan sistem ini, diharapkan risiko korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalkan melalui tindakan pencegahan yang tepat.
Kesimpulan: Kewaspadaan Terus Ditingkatkan Jelang Akhir Tahun
Pembentukan bibit siklon tropis 96S di perairan Samudra Hindia menjadi perhatian khusus BMKG karena potensinya memicu cuaca ekstrem, gelombang tinggi, angin kencang, dan hujan lebat yang secara langsung dapat mengancam keselamatan warga dan infrastruktur. BMKG bersama pemerintah daerah dan lembaga terkait terus mengimbau masyarakat — khususnya di wilayah pesisir dan daerah rawan bencana — untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan memantau informasi cuaca secara berkala.
Peringatan awal ini sangat krusial mengingat intensitas cuaca ekstrem cenderung meningkat pada puncak musim hujan yang berlangsung hingga awal 2026. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat perlu siap siaga dan bertindak cepat apabila terjadi perubahan cuaca secara drastis dalam beberapa hari ke depan.

