ArtisBeritaKriminalitas

3 Fakta Dakwaan Ammar Zoni Jual Narkoba di Rutan: Dari App Rahasia hingga Geledah Dramatis

Jakarta, 24 Oktober 2025 — Di sebuah ruang sidang sederhana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, layar Zoom menampilkan wajah Ammar Zoni yang pucat, terhubung dari sel dingin di Lapas Nusakambangan. Sidang perdana kasusnya kemarin, Kamis (23/10), bukan sekadar pembacaan dakwaan—ia adalah pengingat pilu tentang bagaimana kecanduan narkoba bisa merenggut segalanya, bahkan di balik jeruji besi. Ammar, mantan aktor yang dulu bersinar di layar kaca, kini didakwa jualan sabu dan tembakau sintetis di Rutan Salemba, tempat ia jalani hukuman 4 tahun atas kasus serupa. Bukan sendirian, ia diduga berkolaborasi dengan lima napi lain: Asep, Ardian Prasetyo, Andi Muallim alias Koh Andi, ACM, dan MR. Cerita ini bukan cuma kronologi pelanggaran; ia adalah cermin masalah narkoba di lapas yang meresap ke masyarakat, di mana ribuan keluarga seperti milik Ammar berjuang menjaga harapan di tengah stigma dan ketakutan.

Sidang digelar secara daring, dengan Ammar dan rekan-rekannya muncul dari Nusakambangan—tempat pindahan mereka pekan lalu setelah geledah dramatis di Salemba. Jaksa tunjukkan bukti: 3,03 gram sabu dalam 12 paket kecil, tersembunyi di bungkus rokok Gudang Garam di bawah kasur. Transaksi diduga pakai aplikasi Zangi, yang memungkinkan komunikasi tersembunyi dari petugas. Barang haram itu datang dari luar rutan, ditempatkan di tangga Blok Tipe 3. Ini bukan kasus pertama Ammar; residivis ini sudah tiga kali tersandung, termasuk saat menjalani hukuman sebelumnya. Bagi jaksa, ini melanggar Pasal 127 UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dengan ancaman tambahan 4-12 tahun penjara. Tapi di balik angka-angka itu, ada kisah manusia: Ammar, yang istri dan anak-anaknya kini urus sendirian, terperangkap dalam siklus kecanduan yang sulit diputus.

Fakta 1: Aplikasi Zangi dan Jaringan Tersembunyi di Balik Jeruji

Yang paling mencolok dari dakwaan ini adalah penggunaan teknologi untuk sembunyikan transaksi. Ammar diduga koordinasi dengan bandar luar via Zangi—aplikasi pesan end-to-end yang sulit dilacak, mirip Telegram tapi lebih privat. Pada 3 Januari 2025, sekitar pukul 11.00 WIB, Ammar terima pesan dari nomor “KILLUA ZOLDYCK” untuk ambil barang di tangga Blok Tipe 3. Barang itu: 100 gram sabu dari bandar Andre (masih DPO), dibagi jadi dua bagian 50 gram untuk Ammar dan rekannya. Transaksi berlanjut hingga geledah: Ammar jemput barang dari tangga, sembunyikan di kamar Blok E No. 1 Lantai 3, lalu bagi ke napi lain.

Ini bukan kejadian terisolasi. BNN laporkan, 25% kasus narkoba di lapas Indonesia libatkan aplikasi seperti Zangi atau WhatsApp modifikasi, yang lewati sensor sinyal. Di Salemba, yang padat dengan 1.500 napi, pengawasan ketat tapi retas mudah: ponsel Oppo putih ditemukan di kamar Ammar, lengkap dengan Zangi. “Ini tunjukkan betapa rentannya lapas terhadap teknologi. Napi pintar manfaatkan celah untuk jualan,” kata Kasubdit Kerja Sama Ditjenpas Rika Aprianti. Bagi keluarga Ammar, seperti Leora Legenda yang urus anak sendirian, ini tambah luka: “Kami harap ini akhir, supaya ia pulih,” katanya di Instagram, di mana ia bagikan doa untuk suami.

Fakta ini edukatif: narkoba di lapas bukan cuma soal suplai luar, tapi jaringan dalam yang pakai tech. Rehabilitasi butuh edukasi digital, seperti program BNN yang latih napi identifikasi app berbahaya. Di Salemba, geledah rutin kurangi kasus 20% sejak 2024, tapi Zangi tetap tantangan.

Fakta 2: Geledah Dramatis: 3 Gram Sabu di Bungkus Rokok

Sidang ungkap kronologi geledah yang seperti adegan film: Karupam Rutan Salemba, Hendra Gunawan, curiga gerak-gerik Asep (terdakwa II) yang buru-buru keluar kamar. Hendra masuk Blok E, geledah kamar Ammar, dan temukan paket klip sedang berisi 12 paket kecil sabu (3,03 gram bruto) di bawah kasur, sembunyi di bungkus rokok Gudang Garam. Ada juga ponsel Oppo putih, bukti komunikasi. Ini terjadi pukul 14.00 WIB, 3 Januari 2025—setelah Ammar ambil barang dari tangga.

Jaksa bilang, sabu itu melebihi batas rehabilitasi (SE MA Nomor 4 Tahun 2010), jadi Ammar tak layak program pemulihan. Ini residivisme ketiga: kasus 2021 (sabu), 2023 (ganja dan ekstasi), dan kini jualan. Bagi Ammar, yang divonis 4 tahun setelah banding, ini tambah tuntutan: minimal 4 tahun lagi. “Barang ini bisa untuk diri, orang lain, atau bersama—semua berisiko,” kata jaksa, ingatkan dampak di lapas padat seperti Salemba.

Cerita ini pilu bagi rakyat: BNN catat 5.000 kasus narkoba di lapas 2024, 30% libatkan residivis seperti Ammar. Keluarga korban, seperti ibu-ibu di kampung yang kehilangan anak karena sabu, sering tanya: “Kenapa lapas tak bisa cegah?” Ini panggilan untuk perbaiki sistem: geledah rutin, blokir sinyal ponsel, dan rehabilitasi dini.

Fakta 3: Sidang Daring dari Nusakambangan, Pindahan High Risk

Sidang kemarin unik: Ammar hadir via Zoom dari Nusakambangan, dipindah 16 Oktober bersama lima rekannya. Majelis hakim periksa identitas via layar, tapi peserta sidang tak lihat wajah—hanya dengar suara. Ammar akui dakwaan, tapi minta maaf: “Saya salah, tapi ini pelajaran.” Pindahan ini atas perintah Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Agus Andrianto, karena Ammar high risk: residivis dan jualan di lapas.

Nusakambangan, “penjara bawah laut,” punya lapas super maksimum seperti Kembang Kuning—sel isolasi, kamera 24 jam, kunjungan terbatas. “Ini untuk keadilan; siapa pun melanggar, kita tindak,” kata Agus. Sebelum Ammar, 1.500 napi high risk dipindah. Asesmen enam bulanan bisa kembalikan ke lapas rendah jika risiko turun. Ini komitmen bersihkan lapas dari narkoba, yang BNN sebut sumbang 15% kasus baru di masyarakat.

Bagi Ammar, ini babak baru: program rehabilitasi intensif, terapi, dan konseling. Istrinya, Leora, harap ini ubah: “Kami tunggu ia pulih, untuk anak-anak.” Kisah ini edukatif: narkoba tak pandang status, dan lapas butuh rehabilitasi, bukan cuma hukuman. Bagi rakyat, ini ingatkan: cegah dengan edukasi keluarga dan sekolah, supaya tak ada Ammar kedua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *