Berita

Voice Note Terakhir dari Balik Api: Kisah Pilu Korban Kebakaran Gedung Terra Drone yang Pamit pada Keluarga

BOGOR, tentangrakyat.id – Teknologi seringkali kita anggap sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan atau sekadar hiburan. Namun, dalam momen-momen paling kritis antara hidup dan mati, teknologi bisa berubah menjadi satu-satunya jembatan emosional yang tersisa. Tragedi kebakaran hebat yang melanda Gedung Terra Drone di kawasan Bogor baru-baru ini menyisakan duka yang begitu mendalam, bukan hanya karena kerugian materiil atau hilangnya aset teknologi canggih, melainkan karena hilangnya nyawa manusia yang sedang berjuang mencari nafkah.

Di tengah puing-puing bangunan yang hangus dan aroma asap yang masih menyengat, terkuak sebuah cerita yang membuat siapa pun yang mendengarnya akan tertegun. Salah satu korban tewas dalam insiden tersebut sempat mengirimkan pesan suara (voice note) terakhir kepada keluarganya. Pesan itu dikirimkan tepat di detik-detik genting ketika api mulai mengepung dan asap tebal membatasi pandangan serta napas.

Salam Perpisahan di Tengah Kepungan Asap

Berdasarkan penuturan keluarga yang ditinggalkan, voice note tersebut menjadi satu-satunya kenangan terakhir yang sangat menyakitkan sekaligus berharga. Dalam rekaman singkat itu, terdengar suara korban yang berusaha tetap tenang meski situasi di sekelilingnya jelas menggambarkan kepanikan luar biasa. Ia tidak berteriak histeris, melainkan dengan suara yang mungkin bergetar menahan sesak, ia menyampaikan permintaan maaf dan salam perpisahan kepada orang-orang terkasihnya.

Momen ini menggambarkan betapa dalam situasi paling menakutkan sekalipun, ingatan manusia akan langsung tertuju pada rumah dan keluarga. Korban menyadari bahwa jalan keluar mungkin sudah tertutup baginya. Di tengah panasnya jilatan api yang melahap gedung operasional perusahaan drone tersebut, ia memilih menggunakan sisa tenaganya untuk memastikan bahwa keluarganya tahu ia mencintai mereka hingga akhir hayatnya.

Pesan suara itu kini menjadi bukti betapa cepatnya takdir bisa berubah. Pagi hari ia berangkat kerja dengan harapan dan rutinitas biasa, namun siang harinya ia terjebak dalam petaka yang tak pernah terbayangkan. Bagi keluarga, voice note itu adalah “harta” yang akan selalu disimpan, meski mendengarkannya kembali sama artinya dengan membuka luka yang menganga lebar.

Duka yang Menjadi Milik Bersama

Kisah tentang pesan terakhir ini dengan cepat menyebar dan memantik empati publik yang luar biasa. Netizen Indonesia yang biasanya riuh dengan perdebatan, kali ini bersatu dalam duka. Ribuan doa mengalir di media sosial untuk para korban. Fenomena ini menunjukkan bahwa di balik layar gawai, masyarakat kita masih memiliki sensitivitas kemanusiaan yang tinggi. Kita bisa merasakan ketakutan yang dialami korban dan kepedihan yang dirasakan keluarga yang ditinggalkan.

Tragedi ini juga menjadi pengingat keras bagi kita semua tentang kerapuhan hidup. Seringkali kita lupa untuk mengucapkan kata sayang atau meminta maaf kepada orang tua, pasangan, atau anak-anak kita karena merasa “masih ada hari esok”. Namun, kisah korban Terra Drone ini mengajarkan kita untuk tidak menunda-nunda kebaikan kepada keluarga, karena kita tidak pernah tahu kapan percakapan terakhir akan terjadi.

Alarm Keras untuk Keselamatan Kerja

Di luar sisi emosionalnya, peristiwa ini harus menjadi alarm keras bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Gedung Terra Drone adalah fasilitas teknologi tinggi, namun api tetaplah elemen yang tidak pandang bulu. Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh pihak berwenang dan manajemen perusahaan adalah bagaimana sistem proteksi kebakaran di gedung tersebut bekerja.

Apakah jalur evakuasi sudah memadai? Apakah alat pemadam api ringan (APAR) dan sprinkler berfungsi dengan baik? Dan yang paling penting, apakah para pekerja sudah mendapatkan pelatihan simulasi bencana yang cukup? Kematian pekerja di tempat kerja adalah tragedi yang seringkali bisa dicegah jika standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diterapkan bukan hanya sebagai formalitas di atas kertas, tetapi sebagai budaya disiplin yang ketat.

Investigasi menyeluruh harus dilakukan bukan untuk mencari kesalahan semata, tetapi untuk memastikan tidak ada lagi pekerja yang harus mengirimkan pesan perpisahan dari tempat mereka mencari nafkah. Setiap pekerja berhak untuk pulang ke rumah dengan selamat, menemui keluarga yang menantinya di meja makan, bukan pulang dalam keadaan tak bernyawa.

Solidaritas untuk Keluarga Korban

Saat ini, yang paling dibutuhkan oleh keluarga korban adalah dukungan moril dan materiil. Kehilangan tulang punggung keluarga secara mendadak tentu mengguncang stabilitas ekonomi dan psikologis mereka. Perusahaan diharapkan memberikan tanggung jawab penuh, melebihi sekadar santunan normatif. Pendampingan psikologis (trauma healing) bagi keluarga yang mendengarkan pesan terakhir tersebut juga sangat krusial, karena trauma suara itu bisa menghantui seumur hidup jika tidak ditangani dengan profesional.

Kita semua berduka atas kejadian di Gedung Terra Drone. Semoga voice note terakhir itu menjadi pengingat abadi tentang cinta yang tulus seorang pekerja kepada keluarganya, dan menjadi cambuk bagi kita semua untuk lebih menghargai nyawa dan keselamatan di manapun kita berada. Selamat jalan para pejuang nafkah, bakti kalian telah tuntas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *