Ketika Kecerdasan Buatan Haus Energi: Langkah ‘Gila’ OpenAI dan Dampaknya pada Listrik Rumah Kita
Jakarta – Kecerdasan Buatan (AI) memang memudahkan hidup kita. Mulai dari membantu menulis e-mail hingga merangkum laporan. Namun, di balik kemudahan itu, ada harga yang harus dibayar, dan harga itu kini mulai mengarah ke tagihan listrik dan isu energi global.
OpenAI, perusahaan yang dikenal luas berkat ChatGPT, baru-baru ini dikabarkan sedang melakukan langkah yang digambarkan sebagai “gila” oleh banyak pengamat teknologi: rencana ambisius memproduksi sendiri chip AI raksasa. Tak tanggung-tanggung, proyek ini ditargetkan membutuhkan daya sebesar 10 gigawatt (GW). Untuk membayangkan skalanya, angka 10 GW ini setara dengan daya listrik yang dihasilkan oleh beberapa pembangkit listrik besar secara bersamaan, atau setara dengan konsumsi listrik jutaan rumah tangga biasa.
Kerja sama dengan Broadcom, raksasa semikonduktor, menandakan keseriusan OpenAI untuk menjadi pemain utama dalam arena hardware AI, tidak hanya sekadar software. Namun, yang menjadi sorotan utama bagi publik adalah dampak energi dari manuver ini.
Kenapa AI Sangat Haus Daya?
Mengapa sebuah chip bisa membutuhkan energi sebesar itu? Jawabannya terletak pada proses ‘belajar’ dan ‘berpikir’ AI, yang dikenal sebagai training dan inference.
Saat model bahasa besar (LLM) seperti GPT dilatih (training), jutaan hingga miliaran data harus diolah dan dianalisis secara simultan. Proses ini membutuhkan ribuan chip yang bekerja secara paralel di dalam data center. Setiap chip tersebut menghasilkan panas luar biasa dan memerlukan pasokan listrik yang stabil dan masif.
Semakin kompleks model AI-nya, semakin besar pula daya yang diperlukan. Permintaan daya ini terus melonjak seiring dengan kecepatan perkembangan AI. Jika saat ini kita terbiasa dengan konsumsi energi oleh data center yang besar, langkah 10 GW OpenAI ini membawa kebutuhan energi AI ke level yang sama sekali baru—level yang bisa memengaruhi stabilitas jaringan listrik suatu negara.
Dampak Nyata pada Kita: Lingkungan dan Biaya
Masyarakat perlu memahami bahwa konsumsi energi sebesar ini membawa dua dampak besar:
- Isu Lingkungan dan Iklim: Di banyak negara, termasuk Indonesia, mayoritas listrik masih bersumber dari bahan bakar fosil (batu bara). Permintaan daya 10 GW baru yang fokus pada data center AI berarti peningkatan signifikan dalam emisi karbon, kecuali OpenAI berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur energi terbarukan seperti PLTS atau PLTB. Jika tidak, “kecerdasan” buatan akan datang dengan biaya “kerusakan” iklim yang lebih cepat.
- Keterjangkauan Listrik: Persaingan besar-besaran untuk mendapatkan pasokan listrik, terutama pasokan yang bersih, dapat memicu kenaikan harga energi secara keseluruhan. Ketika perusahaan raksasa memonopoli sejumlah besar daya, pasokan untuk industri kecil, rumah tangga, dan fasilitas publik bisa terpengaruh, baik dari sisi biaya maupun ketersediaan.
Ini adalah isu edukasi publik yang krusial. Kita sebagai pengguna teknologi harus mulai bertanya: Apakah kenyamanan instan AI sepadan dengan beban energi yang ditimbulkannya?
Tantangan Mencari Energi Bersih
Langkah OpenAI ini pada dasarnya adalah tantangan besar bagi industri energi global. Untuk mewujudkan chip 10 GW yang “hijau”, perusahaan teknologi harus menjadi inovator energi itu sendiri. Mereka tidak bisa lagi hanya mengandalkan jaringan listrik yang ada. Mereka harus membangun infrastruktur pembangkit listrik terbarukan mereka sendiri.
Bagi kita di Indonesia, kasus ini menjadi cermin. Seiring pembangunan banyak data center di kota-kota besar, penting bagi pemerintah dan regulator untuk memastikan bahwa pertumbuhan sektor digital diimbangi dengan kebijakan energi yang berkelanjutan. Data center di Indonesia tidak boleh hanya menambah beban PLTU batu bara, tetapi harus diwajibkan untuk mengadopsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau sumber energi terbarukan lainnya.
Ambisi teknologi memang penting, tetapi tanpa kesadaran energi yang setara, kita berisiko menciptakan masa depan yang sangat cerdas di layar, namun sangat tercemar di dunia nyata. Masyarakat perlu mengawasi janji-janji energi hijau yang menyertai setiap terobosan teknologi raksasa.
Related Keywords Energi AI, OpenAI, Broadcom, Konsumsi Listrik Data Center, Krisis Energi, Teknologi dan Lingkungan
