Berita Viralglobal

Panggilan Persaudaraan: ASEAN Minta Thailand dan Kamboja Tahan Diri, Rakyat Menanti Damai

JAKARTA/PHNOM PENH, tentangrakyat.id – Di tengah suara gemuruh kendaraan militer dan retorika politik yang meninggi di perbatasan Thailand dan Kamboja, sebuah suara penyejuk akhirnya terdengar lantang. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), rumah besar bagi kita semua di kawasan ini, secara resmi mengeluarkan seruan mendesak agar kedua negara tetangga tersebut “menahan diri” (exercise utmost restraint).

Seruan ini bukan sekadar formalitas diplomatik. Ini adalah jeritan hati kolektif dari ratusan juta masyarakat ASEAN yang tidak ingin melihat halaman rumahnya terbakar oleh api konflik. ASEAN mengingatkan bahwa Thailand dan Kamboja bukan sekadar tetangga geografis, melainkan saudara serumpun yang terikat takdir untuk hidup berdampingan.

Senjata Tak Akan Selesaikan Masalah

Dalam pernyataan sikapnya, ASEAN menekankan bahwa pengerahan kekuatan militer tidak akan pernah menjadi solusi jangka panjang. Sebaliknya, hal itu hanya akan memperdalam luka dan memperpanjang penderitaan rakyat sipil yang tidak berdosa.

Kita di tentangrakyat.id memahami betul bahwa sengketa wilayah dan kebanggaan nasional adalah isu sensitif. Namun, apakah sepadan jika ego tersebut dibayar dengan ketakutan seorang ibu yang harus menggendong anaknya lari ke pengungsian? Atau petani yang kehilangan lahan garapannya karena dipasangi ranjau?

ASEAN meminta kedua belah pihak untuk mundur selangkah, menurunkan tensi, dan memberikan ruang bagi diplomasi untuk bekerja. “Menahan diri” berarti menahan jari agar tidak menarik pelatuk, dan menahan lisan agar tidak mengeluarkan provokasi.

Semangat “The ASEAN Way”

Kawasan kita dikenal dunia karena stabilitasnya dan cara penyelesaian masalah yang unik, yakni The ASEAN Way—mengutamakan musyawarah dan mufakat tanpa kekerasan. Konflik terbuka antara Thailand dan Kamboja adalah ujian bagi kedewasaan kita sebagai sebuah komunitas.

Seruan ASEAN ini juga menjadi pengingat bahwa musuh kita yang sebenarnya bukanlah negara tetangga, melainkan kemiskinan, perubahan iklim, dan ketimpangan ekonomi. Energi dan biaya besar yang dikerahkan untuk memobilisasi pasukan di perbatasan, alangkah lebih indahnya jika dialokasikan untuk membangun sekolah, rumah sakit, atau infrastruktur bagi rakyat di perbatasan kedua negara.

Harapan untuk Meja Perundingan

Rakyat di Asia Tenggara kini menaruh harapan besar agar para pemimpin di Bangkok dan Phnom Penh mendengarkan seruan “keluarga besar” ini. Menahan diri bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kenegarawanan sejati.

Mari kita dukung upaya damai ini. Biarkan meja perundingan yang berbicara, bukan moncong meriam. Karena bagi rakyat jelata, tidak ada kemenangan dalam perang; yang ada hanyalah kehilangan. Damailah perbatasan, damailah ASEAN.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *