Berita Viral

Mahasiswa Unnes Sempat Mengigau Minta Ampun Sebelum Meninggal

Semarang, 2 September 2025Mahasiswa Unnes sempat mengigau minta ampun sebelum meninggal dunia usai menjalani perawatan di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Keterangan keluarga dan pendamping hukum menyebut, korban sempat mengucap kalimat permohonan agar tidak dipukuli lagi ketika berada dalam kondisi tidak sadar. Peristiwa ini menambah daftar kejadian yang memicu perhatian publik di tengah dinamika aksi mahasiswa beberapa hari terakhir.

Identitas Korban dan Latar Situasi

Korban diketahui bernama Iko Juliant Junior, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) angkatan 2024. Ia dikabarkan kritis pada Minggu (31/8) siang dan dilarikan ke RSUP Dr. Kariadi sebelum akhirnya dinyatakan meninggal pada sore hari. Kejadian ini berlangsung di tengah eskalasi aksi mahasiswa di Semarang yang menuntut akuntabilitas atas penanganan keamanan dalam beberapa demonstrasi terakhir.

Kronologi Versi Keluarga dan Pendamping

Keterangan pendamping hukum dari jejaring alumni FH Unnes menguraikan rangka kronologis dari rumah hingga rumah sakit. Pada Sabtu (30/8) menjelang petang, Iko berpamitan kepada ibunya untuk ke kampus. Malam harinya, ia dikabarkan menuju kawasan Jalan Pahlawan. Komunikasi sempat terjalin dengan teman-temannya sebelum kemudian terputus hingga keluarga menerima kabar Iko dalam kondisi kritis pada Minggu sekitar pukul 11.00 WIB.

Tim medis menyebut terjadi cedera intraabdominal yang memerlukan tindakan operasi segera. Setelah operasi selesai, keluarga menunggu pemulihan. Namun kondisi Iko tidak kunjung stabil hingga akhirnya dinyatakan meninggal pada sekitar pukul 15.30 WIB.

“Ampun, Pak… jangan pukul saya lagi.”
Ucapan mengigau yang didengar keluarga saat korban dalam keadaan tidak sadar, sebagaimana disampaikan pendamping.

Pemeriksaan dan Penelusuran Aparat

Kepolisian menyatakan sedang melakukan pendalaman. Polda Jawa Tengah menegaskan informasi yang beredar akan diverifikasi secara bertahap, termasuk kemungkinan kode kejadian yang berbeda (kecelakaan, penganiayaan, atau sebab lain) berdasarkan alat bukti sah: hasil visum/medis, keterangan saksi, rekaman CCTV, serta digital forensics. Di level polres, satuan lalu lintas disebut sempat menyampaikan dugaan awal kecelakaan, namun keseluruhan penyebab masih dalam proses penyelidikan.

Seiring proses itu, jaringan pendamping hukum dan komunitas kampus mendorong agar saluran pelaporan dibuka seluas-luasnya bagi saksi atau warga yang mengetahui rangkaian peristiwa. Mereka juga mengimbau publik menahan diri dari spekulasi yang tidak berdasar sampai ada rilis resmi.

Dimensi Sosial: Resonansi di Kampus dan Ruang Publik

Kematian seorang mahasiswa hukum pada momen politik yang sensitif menimbulkan resonansi kuat. Di kampus, kabar duka memantik solidaritas—dari doa bersama hingga penggalangan dukungan psikososial bagi rekan-rekan dekat korban. Di ruang publik, perbincangan melebar ke isu keselamatan warga saat aksi serta kebutuhan evaluasi menyeluruh atas standar pengamanan kerumunan.

Sejumlah sivitas akademika menekankan pentingnya menjaga hak berkumpul dan berekspresi yang dilindungi konstitusi, beriringan dengan kewajiban semua pihak untuk mencegah kekerasan. Mereka mendorong pendekatan de-eskalasi, non-violence, dan komunikasi komando yang jelas di lapangan.

Catatan Medis dan Garis Pembuktian

Dalam perkara dengan banyak versi seperti ini, catatan medis menjadi pijakan awal yang paling penting. Pemeriksaan klinis, temuan intraoperatif, hingga hasil penunjang (CT-scan, laboratorium, forensik) akan menjadi basis menilai jenis dan mekanisme luka. Bila tersedia, dokumentasi visual (foto luka, medical record) dapat memperkuat keterhubungan antara cedera dan kejadian di lapangan.

Di sisi lain, lini pembuktian non-medis—seperti rekaman CCTV di koridor rumah sakit, kamera lalu lintas, dashcam, hingga jejak digital telepon seluler—berpotensi menyusun kembali garis waktu. Kombinasi bukti inilah yang menentukan apakah perkara mengarah ke kecelakaan murni, kekerasan, atau sebab lain.

Tuntutan Keadilan dan Transparansi

Keluarga dan pendamping hukum menekankan perlunya jalur resmi pelaporan, akses informasi yang memadai, serta pendampingan hukum yang sensitif terhadap korban. Mereka berharap aparat menjaga transparansi dan memberikan pembaruan berkala agar rumor tidak mengalahkan fakta. Di saat bersamaan, komunitas kampus mendorong pembelajaran institusional: protokol keselamatan kegiatan mahasiswa, kanal pengaduan darurat, dan jejaring bantuan hukum yang responsif.

Dinamika Informasi: Menyaring Hoaks, Menguatkan Data

Perkembangan kasus ini sempat dihantam banjir unggahan media sosial: potongan video, narasi anonim, hingga klaim yang saling bertentangan. Prinsip cek berulang (verifikasi silang, waktu unggah, geolocation, dan kecocokan kronologi) menjadi penting, apalagi saat opini publik memanas. Publik diimbau merujuk pada keterangan resmi serta pemberitaan media arus utama yang dapat dipertanggungjawabkan.

Rangkuman Poin Penting

  • Mahasiswa FH Unnes, Iko Juliant Junior, meninggal di RSUP Dr. Kariadi pada Minggu (31/8) usai tindakan medis darurat.
  • Keluarga menyebut korban sempat mengigau minta ampun saat tak sadar; pernyataan ini sedang ditelusuri dalam konteks pembuktian.
  • Polda Jateng melakukan pendalaman; di level lantas sempat ada dugaan awal kecelakaan, namun official causes masih diselidiki.
  • Komunitas kampus dan pendamping hukum mendorong transparansi, partisipasi saksi, serta pendampingan korban/keluarga.
  • Verifikasi medis dan bukti non-medis menjadi kunci untuk menutup celah spekulasi dan memastikan keadilan substantif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *