Prabowo Sorot Bupati Aceh Selatan: Umrah di Tengah Bencana, Minta Mendagri Copot
Jakarta — Pada Minggu malam (7 Desember 2025), saat memimpin rapat koordinasi penanganan bencana di wilayah Aceh, Presiden Prabowo Subianto menegur keras oknum kepala daerah yang meninggalkan tugasnya saat wilayahnya dilanda bencana. Sorotan tajam diarahkan kepada Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang diketahui menunaikan ibadah umrah bersama keluarga di saat daerahnya sedang dilanda banjir dan longsor.
Prabowo menyatakan bahwa tindakan seperti itu — meninggalkan daerah saat bencana — tak bisa ditoleransi. Ia meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk segera mencopot jabatan Mirwan dari posisi Bupati.
Kronologi: Umrah Saat Bencana — Apa Sebelumnya?
Insiden bermula ketika bencana banjir bandang dan longsor menyerang 11 kecamatan di Aceh Selatan. Mirwan MS bersama Pemkab sempat menerbitkan surat menyatakan “tak sanggup menangani kondisi darurat” pada 27 November 2025.
Meski demikian, pada 2 Desember 2025 — di tengah masa tanggap darurat — Mirwan ternyata berangkat umrah bersama istri dan keluarga. Aktifitas ini kemudian terungkap dan memicu kontroversi besar.
Menurut pernyataan resmi dari Pemerintah Aceh, permohonan izin perjalanan luar negeri yang diajukan oleh Mirwan pada 24 November telah ditolak oleh Gubernur Aceh (Muzakir Manaf alias Mualem), karena situasi bencana sedang berlangsung.
Dengan demikian, keberangkatan umrah itu dilakukan tanpa izin resmi — dan dinilai sebagai bentuk pengabaian tugas, terlebih ketika banyak warga masih mengungsi.
Pernyataan Tegas Prabowo: “Kalau Mau Lari, Lari Saja — Copot!”
Dalam rapat koordinasi di Posko Terpadu Penanganan Bencana di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Prabowo memulai dengan apresiasi kepada para bupati dan pejabat daerah yang tetap berada di lapangan untuk membantu warga terdampak.
Namun, ketika berbicara tentang kasus Aceh Selatan, nada berubah:
“Kalau yang mau lari — lari aja nggak apa-apa. Copotlah. Mendagri bisa ya? Diproses.”
Prabowo bahkan menyamakan tindakan itu dengan “desersi” dalam militer: lari dari tanggung jawab ketika yang dipimpin sedang dalam bahaya.
Pernyataan ini menjadi peringatan keras bagi pejabat — bahwa dalam situasi krisis atau darurat, pejabat daerah tidak boleh meninggalkan tugasnya, apalagi pergi beribadah di luar negeri tanpa izin.
Tanggapan & Proses: Mendagri Diminta Ambil Langkah Cepat
Merespon perintah Presiden, Mendagri Tito Karnavian dipanggil untuk segera memproses pencopotan jabatan Bupati Aceh Selatan.
Sementara itu, internal partai yang menaungi Mirwan — yaitu Partai Gerindra — dilaporkan telah mengambil tindakan: DPP Gerindra memutuskan memberhentikan Mirwan dari jabatan Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.
Pemeriksaan terhadap keputusan umrah tanpa izin juga telah dijadwalkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Isu Etika, Tanggung Jawab & Prioritas Publik: Bukan Sekadar Politik
Kasus ini memantik diskusi luas soal etika dan tanggung jawab pejabat publik dalam situasi darurat. Banyak pihak menilai:
- Pejabat daerah dipilih bukan untuk hari baik dan normal saja — tapi terutama untuk menghadapi krisis.
- Tinggal di lokasi bencana, memimpin proses evakuasi dan bantuan, adalah kewajiban moral dan institusional.
- Ibadah dan kepentingan pribadi — meski menjadi hak — tidak seharusnya mengesampingkan tugas publik di saat rakyat membutuhkan.
Dengan memberi contoh tegas melalui sikap seperti ini, Presiden Prabowo berusaha menunjukkan bahwa kepemimpinan di masa krisis harus mengutamakan tanggung jawab dan kehadiran nyata.
Potensi Dampak: Dari Politik Lokal sampai Kepercayaan Publik
Langkah pencopotan — jika benar dilaksanakan — bisa memberi efek jera bagi pejabat lain yang tergoda “menghindar” saat bencana. Namun dibalik itu, ada dampak serius:
- Kepercayaan publik terhadap pejabat daerah bisa menurun drastis.
- Stabilitas politik lokal di Aceh Selatan bisa terguncang, terutama jika muncul tarik-menarik kepemimpinan mendadak.
- Masyarakat terdampak bencana mungkin kehilangan figur pemimpin yang sudah dikenal — di saat mereka sangat butuh koordinasi dan bantuan.
Karena itu, banyak pihak berharap agar proses ini dilakukan dengan transparan, cepat, dan tanpa intervensi — agar tidak menimbulkan gesekan sosial baru di tengah masa pemulihan pasca bencana.
Kesimpulan: Teguran Tegas – Pesan Jelas untuk Semua Pejabat
Kasus ini menunjukkan bahwa jabatan publik tidak boleh dijadikan “jatah istirahat” di saat krisis. Dengan tegas, Presiden Prabowo meminta agar pejabat yang meninggalkan tanggung jawab saat bencana diproses — bahkan dicopot.
Mirwan MS, Bupati Aceh Selatan, menjadi figur utama dalam kontroversi ini. Keputusan umrah di masa tanggap darurat memantik kecaman keras dari pusat, partai politik, dan publik.
Hasil akhir — apakah Mirwan akan benar-benar dicopot — masih menunggu proses resmi dari Kementerian Dalam Negeri. Namun satu hal sudah jelas: pesan keras telah dikirim — bahwa dalam situasi darurat, pejabat harus hadir, berjuang, dan mengutamakan rakyat.

