Gaming

Karya Anak Negeri yang Bikin Bangga

TentangRakyat.id — Dunia game Indonesia kembali kedatangan karya segar dari tangan-tangan kreatif anak muda.
Sekelompok mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan game puzzle berjudul Rotasella, yang kini ramai dibicarakan di kalangan gamer dan media teknologi.

Game ini bukan sekadar hiburan biasa. Rotasella berhasil menarik perhatian karena konsep rotasinya yang unik dan mekanika permainan yang menantang, memaksa pemain berpikir kreatif dalam menyelesaikan setiap level.

Menurut laporan Kompas Tekno (12/10/2025), game ini dikembangkan oleh tim mahasiswa ITB jurusan Teknik Informatika yang tergabung dalam studio indie kecil bernama Nutshell Interactive.

“Kami ingin menghadirkan game puzzle yang sederhana tapi bikin mikir,” ujar Rafi Aryaputra, salah satu pengembang utama Rotasella, dalam wawancara dengan Kompas Tekno.
“Inspirasi kami datang dari bentuk-bentuk geometri dan cara manusia memahami ruang.”


Konsep Unik: Memutar Dunia untuk Menemukan Solusi

Rotasella menawarkan pengalaman bermain yang berbeda dari kebanyakan game puzzle.
Alih-alih hanya memindahkan objek atau menyusun warna, pemain diajak memutar seluruh dunia permainan (rotasi 360 derajat) untuk menemukan jalan menuju tujuan.

Setiap level disusun dalam bentuk ruang 3D minimalis, dengan warna-warna lembut dan musik ambient yang menenangkan — menciptakan suasana kontemplatif.
Namun di balik kesederhanaannya, pemain harus memahami logika ruang dan waktu agar bisa menyelesaikan teka-teki dengan sempurna.

“Kuncinya bukan kecepatan, tapi cara berpikir,” jelas Alya Damar, desainer level Rotasella.
“Kami ingin pemain merasa tertantang tapi tetap menikmati prosesnya.”

Game ini kini tersedia di platform Steam dan itch.io, serta versi mobile (Android & iOS) yang baru saja diluncurkan pada minggu pertama Oktober 2025.


Respons Positif dari Komunitas Gamer

Sejak demo-nya dirilis pada Agustus lalu, Rotasella langsung mendapat ulasan positif dari komunitas game lokal dan internasional.
Banyak pemain menyebut Rotasella sebagai “game puzzle Indonesia dengan nuansa Jepang” karena tampilannya yang bersih dan gameplay-nya yang menenangkan.

Media teknologi luar negeri seperti IndieDB dan PC Gamer Asia juga menyoroti Rotasella sebagai salah satu game indie Asia Tenggara yang paling menjanjikan tahun ini.

Beberapa komentar di Steam menulis:

“Game ini seperti campuran antara Monument Valley dan Fez — tapi lebih personal.”
“Susah tapi menenangkan. Musik dan desainnya luar biasa.”


Proyek Kuliah yang Jadi Keseriusan

Menariknya, Rotasella awalnya hanyalah tugas akhir kuliah.
Tim beranggotakan enam mahasiswa ITB ini awalnya membuatnya sebagai proyek untuk mata kuliah Game Development semester genap.
Namun setelah mendapat respon positif dari dosen dan sesama mahasiswa, mereka memutuskan untuk mengembangkan versi komersialnya.

“Kami belajar banyak dari proses ini. Dari perancangan level, pemrograman fisika, sampai distribusi digital,” kata Farras Muhammad, programmer utama tim.
“Semua dikerjakan dari nol, tanpa bantuan publisher besar.”

Kini, tim tersebut tengah mengajukan Rotasella ke Indie Game Award Asia 2025, ajang penghargaan game independen terbesar di kawasan Asia Timur.


Menumbuhkan Ekosistem Game Lokal

Rotasella menjadi bukti nyata bahwa potensi pengembang muda Indonesia sangat besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak mahasiswa dan kreator indie yang berhasil menembus pasar global, seperti Coffee Talk dan A Space for the Unbound.

Menurut data Asosiasi Game Indonesia (AGI), jumlah game buatan lokal yang berhasil masuk ke platform internasional meningkat lebih dari 40% sejak 2022.
Peran universitas seperti ITB, Binus, dan UMN disebut sangat penting dalam menyediakan ruang eksperimen dan laboratorium kreatif bagi mahasiswa.

“Kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa Indonesia bisa bersaing dengan developer dunia,” tambah Rafi.
“Yang dibutuhkan hanya dukungan, komunitas, dan kesempatan.”


Harapan dan Langkah Berikutnya

Tim pengembang Rotasella berencana menambah fitur multiplayer ringan dan mode sandbox agar pemain bisa membuat level sendiri.
Mereka juga sedang menjajaki kolaborasi dengan studio musik independen untuk membuat soundtrack album penuh dari game ini — karena banyak pemain yang meminta versi lengkap musiknya.

“Kami nggak nyangka musiknya jadi favorit banyak orang,” ujar Alya.
“Ternyata efek relaksasinya kuat sekali.”

Selain pengembangan fitur baru, Rotasella juga tengah diadaptasi untuk platform Nintendo Switch, dengan target rilis pertengahan 2026.


Penutup: Bukti Bahwa Kreativitas Tak Kenal Batas

Kisah Rotasella adalah bukti bahwa kreativitas anak muda Indonesia tidak kalah dari luar negeri.
Dengan ide yang sederhana, kemauan keras, dan semangat kolaboratif, mahasiswa ITB ini membuktikan bahwa dari ruang kelas pun bisa lahir karya kelas dunia.

Rotasella bukan sekadar game puzzle — ia adalah pernyataan bahwa inovasi bisa datang dari mana saja, bahkan dari tangan mahasiswa yang punya mimpi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *