Tragedi Berdarah Sumba: Ketika Amarah Warga Mengalahkan Hukum, Nyawa Melayang Sia-Sia
SUMBA BARAT DAYA, tentangrakyat.id – Sebuah peristiwa memilukan yang mengoyak rasa kemanusiaan dan menantang tatanan hukum kita baru saja terjadi di tanah Sumba. Di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), amarah warga yang tak terbendung meledak menjadi aksi anarkis yang mengerikan. Seorang pria berinisial YW (30), yang diduga sebagai pelaku pemerkosaan terhadap seorang siswi SMA, tewas mengenaskan di tangan massa.
Kasus ini bukan sekadar berita kriminal biasa. Ini adalah cermin retaknya kepercayaan dan ketidakmampuan menahan diri yang berujung pada tragedi ganda: seorang anak perempuan yang trauma akibat kekerasan seksual, dan seorang pria yang kehilangan nyawa dengan cara yang sangat brutal tanpa sempat melewati proses peradilan.
Awal Mula Petaka: Jejak Kejahatan yang Memicu Murka
Kronologi peristiwa berdarah ini bermula dari laporan yang menyayat hati keluarga korban. Pada Kamis (5/12/2024), YW diduga melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis di bawah umur, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya). Kabar mengenai tindakan bejat ini menyebar cepat di kalangan keluarga korban dan warga desa.
Dalam kultur masyarakat kita, kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan seringkali dianggap sebagai aib besar yang mencoreng harga diri keluarga dan komunitas. Rasa sakit hati dan keinginan untuk menuntut balas seringkali muncul lebih cepat daripada keinginan untuk melapor ke polisi. Inilah yang terjadi pada malam nahas itu.
Keluarga korban dan warga yang sudah tersulut emosi mulai melakukan pencarian. Mereka menyisir setiap sudut untuk menemukan YW. Hingga akhirnya, pada Jumat (6/12/2024) dini hari, YW ditemukan bersembunyi di bawah kolong tempat tidur di rumah salah satu warga di Dusun 3, Desa Waimangura. Penemuan ini menjadi pemantik ledakan amarah yang sudah tertahan.
Detik-Detik Hilangnya Kendali Massa
Apa yang terjadi selanjutnya adalah mimpi buruk bagi tatanan sipil. YW ditarik paksa keluar dari persembunyiannya. Teriakan dan hujatan memenuhi udara malam itu. Rasionalitas massa hilang, digantikan oleh naluri purba untuk menghukum secara instan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, YW tidak hanya dipukuli. Massa yang gelap mata melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan. Dalam kondisi tak berdaya, alat vital YW dipotong. Tubuhnya yang sudah penuh luka kemudian diseret beramai-ramai oleh massa keliling kampung, seolah menjadi “tontonan” peringatan bagi warga lain. Jenazah YW akhirnya dibuang begitu saja di perempatan jalan di dekat Alfamart Waimangura.
Pihak kepolisian dari Polsek Wewewa Barat yang menerima laporan sekitar pukul 01.30 WITA segera bergerak ke lokasi. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Polisi menemukan YW sudah dalam kondisi tak bernyawa dengan luka-luka yang sangat mengenaskan di sekujur tubuh, terutama di bagian kepala dan area vital.
Edukasi Publik: Lingkaran Setan Main Hakim Sendiri
Peristiwa di Sumba Barat Daya ini harus menjadi pelajaran keras bagi kita semua. Sebagai portal yang peduli pada edukasi rakyat, tentangrakyat.id perlu menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) tidak pernah dibenarkan dalam negara hukum, seberat apapun kejahatan yang diduga dilakukan oleh seseorang.
Memang, kemarahan warga bisa dipahami secara psikologis. Siapa yang tidak murka mendengar ada anak di bawah umur diperkosa? Namun, ketika warga mengambil alih peran hakim dan algojo, mereka sejatinya sedang menciptakan masalah baru yang lebih rumit.
Pertama, tindakan ini menutup peluang untuk mengungkap kebenaran secara utuh. Dengan tewasnya YW, penyidik kehilangan kesempatan untuk menginterogasi pelaku, mengetahui motifnya, atau bahkan mengungkap apakah ada pelaku lain yang terlibat. Kematian YW menutup pintu bagi korban pemerkosaan untuk mendapatkan keadilan legal yang sah di pengadilan.
Kedua, pelaku main hakim sendiri dapat berbalik menjadi tersangka. Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian mengancam dengan hukuman penjara yang berat. Bayangkan ironinya: keluarga korban atau warga yang awalnya ingin membela kehormatan, kini justru terancam masuk penjara karena tindakan pembunuhan. Ini adalah lingkaran setan yang merugikan semua pihak.
Pentingnya Kepercayaan pada Proses Hukum
Kasus ini juga menjadi alarm bagi aparat penegak hukum. Maraknya aksi main hakim sendiri seringkali berkorelasi dengan tingkat kepercayaan publik terhadap keadilan. Warga nekat bertindak sendiri karena mungkin merasa hukum terlalu lambat, terlalu lunak, atau tidak berpihak pada korban.
Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Sigit Harimbawan, melalui Kasat Reskrim Iptu Rio Rinaldy Panggabean, menyatakan bahwa polisi tengah menyelidiki kasus ini secara mendalam. Jenazah YW telah dibawa ke RSUD Reda Bolo untuk visum. Polisi kini memiliki dua pekerjaan rumah besar: mengusut tuntas dugaan pemerkosaan yang menjadi pemicu, sekaligus memburu para provokator dan pelaku pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya YW.
Situasi di Desa Waimangura kini dilaporkan berangsur kondusif, namun ketegangan dan trauma tentu masih membekas. Polisi terus melakukan pendekatan persuasif kepada tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk meredam potensi konflik lanjutan antar-keluarga.
Pesan untuk Masyarakat
Tragedi Waimangura adalah duka kita bersama. Mari kita jadikan ini sebagai titik balik untuk lebih dewasa dalam menyikapi kejahatan. Kita harus sepakat bahwa pelaku pemerkosaan harus dihukum seberat-beratnya, namun biarlah palu hakim yang menjatuhkan vonis tersebut, bukan batu atau parang di tangan massa.
Emosi sesaat yang dilampiaskan dengan kekerasan tidak akan memulihkan trauma korban pemerkosaan, dan justru menambah daftar panjang kekerasan di tanah air. Kita semua berharap, aparat kepolisian dapat bekerja profesional dan transparan menyelesaikan kasus ini, sehingga rasa keadilan bagi keluarga korban pemerkosaan terpenuhi, dan hukum bagi pelaku pengeroyokan tetap ditegakkan.
Jangan biarkan hukum rimba menguasai desa-desa kita. Saling menjaga, saling mengingatkan, dan menyerahkan proses pidana kepada yang berwenang adalah satu-satunya jalan untuk memutus rantai dendam.
