Politik

Konflik Perbatasan Kamboja–Thailand Berlanjut, China Turun Tangan Namun Perdamaian Belum Terealisasi

Jakarta — Ketegangan bersenjata antara Kamboja dan Thailand terus berlangsung di sepanjang perbatasan mereka, meskipun upaya mediasi internasional semakin intensif. Sejak awal Desember 2025, bentrokan kembali meningkat setelah jeda singkat dari kesepakatan gencatan senjata pada Juli lalu, dan kini menjadi prioritas diplomasi regional menjelang pertemuan ASEAN mendatang.

Eskalasi Konflik yang Belum Surut

Pertempuran yang telah berlangsung selama beberapa minggu terakhir melibatkan perselisihan teritorial yang sudah berlangsung lama di kawasan perbatasan. Bentrokan ini dilaporkan menyebabkan puluhan korban tewas serta lebih dari setengah juta warga sipil mengungsi dari rumah mereka, menandai salah satu periode paling serius sejak konflik memanas pada pertengahan tahun ini.

Masing-masing pihak saling menyalahkan atas kekerasan yang terjadi, bahkan usaha untuk mempertahankan gencatan senjata yang pernah dimediasi oleh pihak ketiga sebelumnya gagal bertahan. Kepentingan historis terkait klaim wilayah meningkatkan kompleksitas situasi karena dokumen dan peta kolonial yang digunakan kedua negara memiliki interpretasi berbeda terhadap garis perbatasan.

China Tingkatkan Peran Diplomatik

Merespons situasi yang semakin memanas, China meningkatkan upaya mediasi dengan melakukan pendekatan diplomatik yang lebih aktif. Wakil khusus China untuk urusan Asia, termasuk pejabat senior, mengunjungi Phnom Penh dan Bangkok dalam beberapa hari terakhir untuk mendorong de-eskalasi konflik. China menyatakan komitmennya dalam membantu membuka saluran komunikasi dan memfasilitasi dialog bilateral antara kedua negara.

Dukungan China juga tercermin dalam kontak dengan pejabat tinggi kedua negara. Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, melakukan pembicaraan telepon terpisah dengan Menteri Luar Negeri Thailand dan Kamboja. Dalam percakapan tersebut, Wang menekankan perlunya penerapan gencatan senjata secepat mungkin dan mendorong kedua negara untuk menunjukkan itikad baik dalam meredakan ketegangan.

Moskow (China) turut menegaskan bahwa sebagai tetangga yang dekat dan sekutu kedua negara ASEAN, China berusaha menjaga sikap yang netral serta mendukung penyelesaian damai melalui dialog. Pernyataan ini juga sekaligus merespon narasi media tertentu yang mempertanyakan posisi China dalam konflik tersebut.

Kompleksitas Mediasi dan Sikap Kedua Pihak

Meski peran China semakin diperkuat, Thailand dan Kamboja belum mencapai kesepakatan damai yang komprehensif. Kedua negara sama-sama menyatakan kesiapan untuk de-eskalasi, namun mereka belum menyepakati tanggal atau bentuk pertemuan formal yang akan menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Figur mediasi seperti China juga menghadapi tantangan dalam meyakinkan kedua pihak untuk mengambil langkah konkrit menuju perdamaian.

Dalam kapasitasnya, Beijing berupaya menyelaraskan pendekatan diplomatik dengan mekanisme yang dipromosikan oleh ASEAN, termasuk menghadapi tekanan dari negara-negara anggota lain yang berharap mediasi lebih transparan dan tertata. Pendekatan China cenderung dilakukan secara low-profile, namun tetap berupaya membuka jalur komunikasi yang konstruktif bagi kedua belah pihak.

Dampak Krisis bagi Masyarakat

Konflik yang berkepanjangan ini membawa dampak signifikan bagi penduduk di wilayah perbatasan kedua negara. Ribuan warga terpaksa mengungsi, infrastrukur lokal rusak parah, dan perdagangan lintas batas terganggu. Situasi tersebut memicu kekhawatiran komunitas internasional akan potensi krisis kemanusiaan yang memburuk apabila konflik terus berlanjut tanpa solusi yang jelas

Selain itu, aktivitas ekonomi di kawasan perbatasan seperti pertanian, perdagangan harian, dan pariwisata juga mengalami stagnasi akibat ketidakpastian keamanan. Pemerintah setempat menghadapi tekanan untuk menyediakan perlindungan serta bantuan bagi warga sipil yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.

Harapan di Balik Diplomasi ASEAN

Menjelang pertemuan khusus ASEAN yang akan dihadiri oleh pejabat tinggi dari kedua negara, ada harapan bahwa forum tersebut dapat menjadi wadah efektif untuk memperkuat komitmen politik terhadap gencatan senjata serta rencana pemulihan jangka panjang. China dan AS disebut-sebut akan terlibat secara paralel dalam upaya ini, menunjukkan bagaimana konflik bilateral bisa mendapatkan perhatian global yang lebih luas.

Para pengamat menilai bahwa meskipun mediasi internasional memberikan peluang, unsur kunci dari penyelesaian konflik tetap bergantung pada kesediaan kedua negara untuk melakukan kompromi dan menghargai integritas wilayah masing-masing. Ini termasuk harmonisasi interpretasi peta sejarah, pembentukan mekanisme pengawasan gencatan senjata, dan pembebasan tahanan bila ada sebagai bagian dari kesepakatan.

Kesimpulan

Konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand pada akhir 2025 menunjukkan betapa kompleksnya penyelesaian sengketa yang telah berlangsung lama, berkaitan dengan sejarah, geopolitik, dan identitas nasional. Meski upaya mediasi China meningkat, perdamaian yang langgeng masih jauh dari pencapaian. Tantangan ke depan termasuk menjaga hubungan bilateral, mengatasi dampak kemanusiaan bagi warga sipil, serta menyeimbangkan peran negara besar dalam diplomasi kawasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *