Roy Suryo CS Diperiksa Sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Jakarta — Penyidik Polda Metro Jaya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Roy Suryo beserta dua rekannya — yakni Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauziah Tyassuma (alias “Dokter Tifa”) — sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Presiden Joko Widodo. Tiga orang tersebut diperiksa hari ini di Polda Metro Jaya.
Kronologi Penetapan dan Pemeriksaan Tersangka
Kasus ini bermula dari tudingan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo tidak autentik dan sejumlah pihak, termasuk Roy Suryo dan timnya, dianggap telah menyebarkan narasi yang menyesatkan publik. Penyidik menyebut adanya unsur fitnah, pencemaran nama baik serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pada Jumat, 7 November 2025, Kapolda Metro Jaya mengumumkan bahwa total delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, dibagi dalam dua klaster. Roy Suryo cs berada dalam klaster kedua.
Hari ini — Kamis, 13 November 2025 — Roy Suryo, Rismon dan Tifauziah dijadwalkan hadir untuk diperiksa sebagai tersangka pada pukul 10.00 WIB.
Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyatakan kliennya siap mengikuti proses hukum dan menyebut pemanggilan sebagai tersangka adalah hal rutin.
Tuduhan & Pasal yang Dikenakan
Penyidik menetapkan bahwa para tersangka dalam klaster kedua dikenakan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP (pencemaran nama baik), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat 4, dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.
Modus yang disidik adalah penyebaran informasi yang dianggap palsu atau menyesatkan terkait ijazah Presiden melalui media sosial dan kanal digital, sehingga meresahkan publik dan menyangkut kredibilitas institusi negara.
Reaksi Publik dan Politik
Kasus ini menarik perhatian luas publik dan politisi. Berbagai pihak menilai bahwa penyidikan terhadap Roy Suryo cs menjadi titik penting dalam penegakan hukum atas hoaks dan fitnah di ranah digital.
Partai politik dan tokoh masyarakat memberikan tanggapan beragam: sebagian mendukung aparat untuk menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu, sementara sebagian lain mendorong agar hak atas kebebasan berpendapat tetap dijaga.
Sementara itu, Roy Suryo melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa dirinya telah melakukan pengecekan terhadap dokumen dan publikasi yang dilakukan, dan menolak dikategorikan sebagai pembuat hoaks. Ia menegaskan bahwa timnya melaksanakan penelitian open-source dan analisis telematika, bukan dengan maksud merusak nama seseorang.
Implikasi bagi Kebebasan Berekspresi & Penanganan Hoaks
Kasus ini menyoroti dua hal besar di era digital:
- Tanggung jawab publik terhadap konten digital: Siapapun yang membuat atau menyebarkan informasi di internet kini harus mempertanggungjawabkan bila terbukti menyesatkan dan berdampak terhadap reputasi orang lain atau institusi negara.
- Keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penegakan hukum: Di satu sisi masyarakat harus bebas mengkritik dan menginvestigasi publik; di sisi lain penegakan hukum menuntut agar kritik atau investigasi tersebut didasarkan pada fakta dan etika.
Penyidikan ini bisa menjadi preseden bagaimana institusi penegak hukum menangani kasus yang melibatkan dokumen publik, hoaks dan reputasi tokoh negara.
Apa yang Diketahui Hingga Kini & Langkah Selanjutnya
- Ketiganya sudah resmi berstatus tersangka dan dipanggil untuk pemeriksaan hari ini.
- Penyidik belum mencabut atau menahan para tersangka pada tahap ini, namun pihak kepolisian menyebut penahanan bisa dilakukan bila ada risiko pengulangan perbuatan atau penghilangan bukti.
- Penyidikan masih akan mendalami aliran informasi digital yang disebarkan, siapa saja yang menerima dan menyebarkan konten, serta bukti teknis forensik digital yang mendukung dugaan manipulasi.
- Publik dan media diimbau menunggu hasil resmi dari penyidik karena masih banyak unsur yang perlu diklarifikasi, termasuk asli-tidaknya ijazah bersangkutan dan apakah ada pihak lain yang terlibat.
Garis Besar & Pesan Utama
Kasus tersebut menandai perkembangan penting: institusi hukum semakin serius memproses tudingan hoaks atau penyebaran dokumen publik yang dianggap tidak benar. Meski ini menimbulkan perdebatan seputar kebebasan berekspresi, namun undang-undang digital dan norma etika sekarang memberikan kerangka bagi tanggung jawab perpindahan informasi di masyarakat.
Bagi publik, poin utama yang bisa diambil adalah: berhati-hati dalam membagikan atau mengomentari informasi yang belum diverifikasi, dan memahami bahwa kritik atau penelitian terhadap tokoh atau dokumen publik tetap harus berpedoman pada data dan etika.

