Gibran Turun ke Lokasi Banjir, Bawa Pesan Tegas Presiden: “Jangan Ada yang Terlambat, Percepat!”
JAKARTA, tentangrakyat.id – Di tengah kepiluan yang menyelimuti tenda-tenda pengungsian yang basah dan dingin, kehadiran perwakilan negara menjadi “obat” psikologis tersendiri bagi para korban bencana. Kamis dini hari, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menembus area terdampak banjir untuk menyapa langsung rakyat yang sedang diuji kesabarannya. Kedatangannya bukan sekadar kunjungan seremonial, melainkan membawa mandat mendesak dari Presiden Prabowo Subianto: penanganan bencana harus dipercepat, tidak boleh ada birokrasi yang menghambat keselamatan warga.
Mengenakan pakaian lapangan yang sederhana, Gibran tampak berjalan menyusuri akses jalan yang masih dipenuhi sisa lumpur. Ia tidak menjaga jarak. Di hadapannya, wajah-wajah lelah para ibu yang menggendong balita dan para lansia yang termenung menatap rumah mereka yang rusak, menjadi pemandangan yang menyayat hati.
“Saya Diminta Bapak Presiden…”
Dalam dialognya dengan para pengungsi dan aparat setempat, Gibran menyampaikan pesan yang lugas. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak datang atas inisiatif pribadi semata, melainkan membawa perintah langsung dari Kepala Negara.
“Bapak Presiden memerintahkan saya untuk mengecek langsung. Beliau ingin memastikan semua penanganan dipercepat. Logistik, evakuasi, kesehatan, semuanya harus gerak cepat,” ujar Gibran di lokasi.
Kalimat ini sederhana, namun bermakna sangat dalam bagi para korban. Kata “percepat” di sini berarti jaminan bahwa mereka tidak akan dibiarkan kelaparan menunggu prosedur administrasi. Ini berarti obat-obatan untuk anak-anak yang mulai demam harus segera tersedia, dan alat berat untuk membersihkan puing rumah mereka harus segera menderu. Gibran seolah ingin menegaskan bahwa negara hadir dan negara tidak tidur saat rakyatnya susah.
Mendengar Tanpa Sekat
Momen yang paling menyentuh adalah ketika Gibran meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesah warga. Bukan di atas panggung pidato, melainkan dalam kerumunan yang padat. Beberapa warga terdengar menyampaikan kekhawatiran mereka soal tempat tinggal yang hancur dan nasib anak-anak yang tidak bisa sekolah.
Respons Wapres yang mendengarkan dengan seksama menunjukkan empati seorang pemimpin muda. Ia tidak banyak berjanji muluk, namun langsung berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah yang mendampinginya. Gibran meminta agar data kebutuhan warga dicatat detail—bukan hanya soal beras dan mie instan, tapi juga kebutuhan spesifik seperti susu bayi, selimut, dan air bersih yang seringkali menjadi barang langka di pengungsian.
Ujian Solidaritas dan Kerja Nyata
Bencana banjir ini memang menjadi ujian berat bagi pemerintahan baru, namun sekaligus menjadi pembuktian solidaritas kita sebagai bangsa. Instruksi “percepat penanganan” dari Presiden yang dibawa oleh Gibran adalah sinyal bagi seluruh jajaran birokrasi—dari menteri hingga lurah—untuk bekerja extraordinary. Ini bukan saatnya bekerja dengan ritme normal.
Bagi masyarakat luas, kehadiran pemimpin di lapangan memberikan rasa tenang. Setidaknya, mereka tahu bahwa penderitaan mereka dilihat dan didengar oleh pemegang kekuasaan tertinggi. Namun, kerja belum selesai. Percepatan yang dimaksud Presiden harus benar-benar terwujud dalam distribusi bantuan yang merata hingga ke pelosok desa yang terisolir, bukan hanya di titik-titik yang mudah dijangkau kamera media.
Kita semua berharap, instruksi tegas ini segera membuahkan hasil nyata di lapangan. Semoga air segera surut, dan senyum warga yang terdampak bisa kembali merekah. Karena pada akhirnya, ukuran keberhasilan penanganan bencana bukanlah berapa pejabat yang datang berkunjung, melainkan seberapa cepat rakyat bisa bangkit dan menata hidupnya kembali.
