Bos AI Meta Ungkap Rahasia Sukses Para Tokoh Teknologi Dunia
Jakarta — Dunia teknologi sering kali dipenuhi mitos tentang kejeniusannya. Dari Elon Musk yang menaklukkan ruang angkasa, hingga Mark Zuckerberg yang membangun jejaring sosial terbesar di dunia — publik kerap membayangkan bahwa kesuksesan mereka lahir dari kecerdasan luar biasa semata.
Namun, menurut Yann LeCun, Chief AI Scientist di Meta (Facebook), kunci utama keberhasilan para tokoh teknologi bukan terletak pada “IQ super tinggi,” melainkan kombinasi antara ketekunan, rasa ingin tahu, dan keberanian untuk gagal.
Dalam wawancara eksklusif yang dikutip DetikInet, LeCun mengungkap pandangannya soal “rahasia sukses sejati” di balik para inovator besar dunia teknologi.
Bukan Genius, Tapi Tekun dan Pantang Menyerah
LeCun, salah satu pionir dalam pengembangan Deep Learning, mengatakan bahwa masyarakat sering keliru menilai kesuksesan di bidang teknologi.
“Orang sering berpikir bahwa inovasi datang dari orang yang super jenius. Padahal, hampir semua tokoh besar di bidang ini punya satu kesamaan: mereka tidak berhenti mencoba,” ujarnya.
Ia mencontohkan bagaimana Jeff Bezos memulai Amazon dari garasi kecil dan terus mengalami kerugian selama bertahun-tahun sebelum perusahaan itu menjadi raksasa global.
Begitu pula Zuckerberg, yang awalnya membangun Facebook hanya sebagai proyek iseng kampus.
Menurut LeCun, kegigihan dan kerja sistematis jauh lebih penting daripada ide brilian sekali waktu.
“Ide bagus bisa datang dari siapa saja. Tapi hanya sedikit yang mau mengerjakannya selama puluhan tahun tanpa menyerah,” katanya.
Gagal Adalah Bagian dari Proses
Salah satu pesan utama LeCun adalah mengubah cara pandang terhadap kegagalan.
Dalam dunia riset kecerdasan buatan (AI), kata dia, kegagalan justru merupakan bagian dari proses belajar yang tidak terhindarkan.
“Kita harus mencintai kegagalan seperti kita mencintai penemuan baru. Setiap kesalahan membawa kita satu langkah lebih dekat ke pemahaman yang benar.”
LeCun juga menyinggung pengalaman pribadinya saat mengembangkan algoritma Convolutional Neural Network (CNN) pada tahun 1980-an.
Pada masa itu, gagasannya ditolak oleh banyak lembaga riset karena dianggap “tidak efisien dan tidak realistis.” Namun kini, CNN justru menjadi fondasi utama teknologi AI modern, digunakan dalam kamera smartphone, mobil otonom, dan sistem pengenalan wajah.
“Saya butuh hampir 20 tahun untuk melihat orang mengakui ide itu. Jika saya berhenti di tengah jalan, tidak akan ada revolusi AI seperti sekarang,” katanya.
Kunci: Rasa Ingin Tahu yang Tak Pernah Padam
Selain ketekunan, LeCun menilai bahwa rasa ingin tahu (curiosity) adalah bahan bakar utama yang mendorong lahirnya inovasi.
Para tokoh besar, menurutnya, bukan hanya bekerja keras, tapi juga terobsesi untuk memahami dunia.
“Steve Jobs tidak sekadar ingin membuat komputer. Ia ingin tahu bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi. Begitu juga Musk — dia tidak ingin mobil listrik, dia ingin memahami energi,” ungkapnya.
Dalam konteks Meta, LeCun menilai rasa ingin tahu itulah yang membuat perusahaan terus bereksperimen dengan teknologi baru, termasuk AI generatif dan sistem open-source, meski menuai kritik dari banyak pihak.
Baginya, ilmu pengetahuan tidak boleh dimonopoli. Dunia justru maju ketika ide-ide besar dibuka untuk semua orang.
“AI bukan soal siapa yang menang atau kalah, tapi bagaimana kita memajukan umat manusia,” tegasnya.
Tantangan Generasi Muda: Terlalu Cepat Menyerah
Dalam refleksinya, LeCun juga mengkritik kecenderungan generasi muda saat ini yang terlalu fokus pada hasil instan.
“Banyak anak muda ingin sukses cepat, ingin jadi miliarder di usia 25. Padahal, jalan menuju inovasi sejati tidak pernah secepat itu.”
Ia menilai bahwa era media sosial telah menciptakan ilusi kesuksesan instan, di mana keberhasilan sering kali tampak seperti hasil keberuntungan, bukan kerja panjang bertahun-tahun.
LeCun mengajak generasi muda untuk kembali menghargai proses dan membangun keahlian mendalam di bidangnya masing-masing.
“Tidak masalah jika kamu tidak tahu segalanya. Yang penting adalah terus bertanya dan belajar. Dunia butuh penemu yang sabar, bukan pencari popularitas.”
Rahasia Para Inovator: Fokus pada Nilai, Bukan Uang
Ketika ditanya apa kesamaan utama para tokoh teknologi besar, LeCun menjawab tanpa ragu:
“Mereka tidak bekerja demi uang, mereka bekerja demi visi.”
Ia mencontohkan bagaimana Larry Page dan Sergey Brin (pendiri Google) memulai dengan misi untuk “mengorganisasi seluruh informasi dunia,” bukan untuk mencari keuntungan cepat.
Begitu pula Tim Berners-Lee, pencipta World Wide Web, yang justru menyerahkan temuannya secara gratis agar dunia bisa terkoneksi.
“Ketika kamu berorientasi pada nilai, uang akan mengikuti. Tapi jika kamu hanya mengejar uang, kamu akan berhenti di tengah jalan,” kata LeCun.
Refleksi: Kearifan dari Dunia Teknologi
Pesan LeCun bukan hanya relevan bagi ilmuwan atau pengusaha teknologi, tetapi juga bagi masyarakat luas.
Dalam dunia yang bergerak cepat, di mana tren berganti dalam hitungan bulan, prinsip ketekunan dan rasa ingin tahu menjadi semakin langka — namun justru itulah fondasi kemajuan.
LeCun menutup wawancaranya dengan pernyataan sederhana namun kuat:
“Inovasi terbesar bukanlah menciptakan hal baru, tapi berani berpikir berbeda dan tetap berjalan ketika orang lain berhenti.”
Kesimpulan
Kisah para tokoh teknologi seperti yang disampaikan LeCun mengingatkan bahwa kesuksesan sejati tidak lahir dari keajaiban, melainkan dari proses panjang yang penuh kerja keras dan kegagalan.
Mereka yang bertahan, terus bereksperimen, dan berani mempertanyakan hal-hal yang dianggap pasti — merekalah yang akhirnya mengubah dunia.
Dalam pandangan LeCun, setiap orang bisa menjadi bagian dari perubahan itu, asalkan memiliki keinginan untuk memahami, bukan hanya mencapai.