Harapan Baru di Tanah Minang: Pemerintah Mulai Bangun Hunian Sementara, Pengungsi Ucapkan Selamat Tinggal pada Tenda
PADANG, tentangrakyat.id – Setelah berminggu-minggu bergelut dengan dinginnya angin malam dan panasnya terik matahari di bawah tenda terpal, senyum lega akhirnya mulai terlihat di wajah para penyintas bencana di Sumatera Barat. Penantian panjang akan tempat berteduh yang lebih layak mulai menemui titik terang. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersinergi dengan pemerintah daerah, secara resmi mulai merealisasikan pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.
Kabar ini bukan sekadar berita tentang proyek konstruksi, melainkan berita tentang pemulihan martabat manusia. Bagi kita yang tidur nyenyak di kasur empuk, mungkin sulit membayangkan betapa berartinya sebuah dinding dan atap yang kokoh. Namun, bagi ribuan warga Sumbar yang rumahnya luluh lantak, Huntara adalah “istana” impian yang akan menyelamatkan mereka dari ketidakpastian hidup di pengungsian.
Lebih dari Sekadar Papan dan Seng
Pembangunan Huntara ini difokuskan di titik-titik terdampak paling parah. Material bangunan mulai didatangkan, dan suara palu serta gergaji mulai bersahutan, menggantikan suara tangis pilu yang sempat mendominasi suasana.
Huntara memang bukanlah rumah permanen yang mewah. Ia didesain sederhana, namun fungsional. Yang terpenting, ia memiliki ventilasi yang baik, lantai yang kering, dan pintu yang bisa dikunci. Tiga hal sederhana ini sangat krusial untuk mengembalikan rasa aman (security) dan privasi bagi keluarga, terutama bagi kaum perempuan, anak-anak, dan lansia yang selama ini harus berbagi ruang tidur berdesak-desakan di tenda komunal.
“Alhamdulillah, setidaknya anak-anak bisa tidur tidak di atas tanah lagi. Kalau hujan tidak perlu takut tenda bocor atau banjir masuk,” ungkap salah satu warga dengan mata berkaca-kaca. Bagi mereka, Huntara adalah tempat untuk menata kembali kepingan semangat yang sempat hancur.
Jembatan Menuju Hunian Tetap
Langkah pemerintah mempercepat realisasi Huntara patut diapresiasi. Ini menunjukkan bahwa negara mendengar jeritan rakyatnya. Pembangunan ini menjadi solusi jangka pendek yang sangat mendesak sambil menunggu proses relokasi atau pembangunan Hunian Tetap (Huntap) yang tentunya memakan waktu lebih lama karena terkait masalah lahan dan administrasi.
Huntara menjadi “jembatan” kehidupan. Di sini, warga bisa mulai beraktivitas normal kembali. Ibu-ibu bisa memasak di dapur sendiri, anak-anak bisa belajar dengan tenang tanpa gangguan kebisingan pengungsian massal. Normalisasi kehidupan harian ini adalah terapi psikologis terbaik untuk menyembuhkan trauma pascabencana.
Tugas Kita Belum Selesai
Meski Huntara mulai dibangun, tugas kemanusiaan kita belum usai. Warga yang menempati Huntara nantinya masih akan membutuhkan perabot dasar, alas tidur, dan peralatan masak. Uluran tangan dari para dermawan dan solidaritas masyarakat luas masih sangat dibutuhkan untuk mengisi “rumah-rumah kecil” tersebut agar benar-benar nyaman ditinggali.
Kita berharap proses pembangunan ini berjalan lancar, tanpa korupsi, dan tepat sasaran. Jangan sampai ada satu pun warga yang berhak namun terlewatkan.
Kepada saudara-saudara kami di Ranah Minang, bersabarlah sedikit lagi. Tenda-tenda itu sebentar lagi akan digulung. Hidup akan berlanjut, dan dari bilik-bilik Huntara itulah, doa dan usaha untuk bangkit akan kembali ditenun. Matahari harapan sudah mulai terbit di ufuk barat Sumatera.
