Anggota DPR Kecam Waka BGN: Tangisan Tidak Cukup, Evaluasi Program MBG Harus Dilakukan
Jakarta, 28 September 2025 — Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Chaniago, menyoroti tangisan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang terkait kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Irma, menangis sebagai ekspresi empati tidak cukup. Ia mendesak BGN segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola MBG.
Kritik dari DPR: Prosedur & Standar Harus Dikaji
Dalam pernyataannya, Irma menyebut bahwa program MBG tidak bisa dijalankan hanya oleh BGN saja. Kasus keracunan yang terjadi di berbagai daerah menunjukkan bahwa banyak aspek operasional dan pengawasan yang lemah.
Ia menyoroti sejumlah titik krusial yang menurutnya harus dievaluasi:
- Prosedur kontrak dengan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi)
Menurut Irma, BGN selama ini terlalu longgar dalam menerima proposal. Vendor yang masuk seharusnya melewati seleksi lebih ketat, termasuk verifikasi lokasi dapur agar tidak terlalu jauh dari sekolah penerima. - Standar dapur dan sanitasi
Irma meminta agar foto calon dapur disertakan dalam proposal, dan kondisi dapur harus sesuai syarat, termasuk ukuran ruang, sanitasi, tempat penyimpanan (pendingin bahan basah), dan pengalaman kepala dapur SPPG. - Kolaborasi pengawasan dengan Kemenkes & BPOM
Menurut Irma, BGN perlu bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM agar kontrol kebersihan dan keamanan pangan lebih ketat. Pengawasan sanitasi dapur dan distribusi makanan harus sinergis antara lembaga. - Penempatan tenaga ahli di SPPG
Irma menegaskan bahwa petugas di SPPG harus memiliki keahlian di bidangnya, karena mereka memegang kontrol terakhir apakah pangan layak disalurkan ke anak-anak atau tidak.
Latar Belakang Kasus Keracunan MBG
Kasus keracunan MBG telah terungkap di sejumlah lokasi, salah satunya di Bandung Barat, di mana 1.333 siswa diduga keracunan setelah menyantap menu MBG.
Menanggapi insiden tersebut, Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, sempat menangis dalam pernyataan publik dan menyampaikan permintaan maaf atas nama lembaga serta SPPG. Ia menyebut bahwa salah satu penyebab adalah tidak patuhnya pelaksanaan SOP di lapangan.
Nanik juga mengumumkan kebijakan baru: setiap koki di dapur SPPG diwajibkan bersertifikasi dan yayasan mitra MBG harus menyediakan koki pendamping agar kontrol lebih merata.
Respons DPR: Langkah Pengawasan Ditetapkan
Sejalan dengan kritikan, DPR melalui Komisi IX sudah menetapkan langkah konkret. Mereka akan memanggil BGN, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan BPOM Rabu mendatang untuk membahas persoalan keracunan MBG dan menagih solusi preventif.
Wakil Ketua Komisi IX, Charles Honoris, mendukung agenda tersebut. Ia bahkan mengungkap bahwa jeda antara waktu pengolahan (misalnya dini hari) dan waktu penyajian di sekolah dianggap terlalu panjang sehingga meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri.
Charles menyarankan agar model dapur lebih dekat ke sekolah atau bahkan dalam area sekolah agar makanan tetap segar dan aman. Standar suhu penyimpanan juga harus jelas agar bahan pangan tidak terkontaminasi dalam perjalanan distribusi.
Tantangan Pelaksanaan & Harapan ke Depan
Walau upaya evaluasi dan pemanggilan lembaga terkait sudah dijanjikan, tantangan di lapangan tidak sederhana:
- Logistik & jarak distribusi — apabila dapur jauh dari sekolah, proses pengiriman bisa memakan waktu sehingga risiko kontaminasi makin besar.
- Kapabilitas vendor lokal — banyak vendor lokal yang belum memiliki fasilitas dapur standar, alat penyimpanan yang baik, atau pengalaman operasional pangan massal.
- Koordinasi antar lembaga — keselarasan kebijakan antara BGN, Kemenkes, BPOM, dan pemerintah daerah sangat penting agar pengawasan berjalan efektif.
- Sanksi bagi pelanggar — untuk menjamin kepatuhan, sanksi tegas terhadap vendor yang melanggar SOP perlu diterapkan.
Irma Chaniago menekankan bahwa evaluasi bukan hanya untuk memperbaiki kasus sekarang, tetapi juga mencegah agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kesimpulan
Sorotan tajam dari anggota DPR Irma Chaniago terhadap tangisan Wakil Kepala BGN menunjukkan bahwa publik dan wakil rakyat menginginkan tindakan nyata, bukan sekadar ekspresi penyesalan.
Panggilan DPR ke BGN, Kemenkes, dan BPOM menjadi momentum penting untuk menguji komitmen pemerintah dalam menjaga keselamatan pangan bagi anak-anak. Bila upaya evaluasi dan pengaturan ulang prosedur dijalankan secara serius, program MBG punya peluang kembali membaik dan mampu memberikan manfaat tanpa risiko kesehatan.
