DPR Gelar Paripurna Hari Ini, RKUHAP Akan Disahkan Menjadi UU
Jakarta — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dijadwalkan menggelar rapat paripurna pada Selasa, 18 November 2025, untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang. Pengesahan ini menjadi langkah akhir revisi hukum acara pidana yang telah berjalan lama dan dinilai penting untuk mendukung KUHP baru.
Pimpinan DPR melalui Wakil Ketua Cucun Ahmad Syamsurizal menyatakan bahwa rapat pimpinan sudah menyetujui agenda paripurna ini. “Tadi rapim sudah, dijadwalkan (pengesahan RKUHAP),” kata Cucun di kompleks parlemen Senayan.
Latar Belakang Revisi RKUHAP
Revisi KUHAP dilakukan untuk menyelaraskan sistem hukum acara pidana dengan Undang-Undang KUHP baru yang telah disahkan sebelumnya. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, pernah menyebut bahwa RKUHAP harus selesai sebelum KUHP baru diberlakukan penuh pada Januari 2026.
Revisi ini dipandang sebagai modernisasi hukum agar lebih adil dan manusiawi. Menurut advokat pendukung revisi, RKUHAP baru akan memperkuat hak tersangka dan meningkatkan mekanisme praperadilan, hingga memperbaiki regulasi soal penahanan agar tidak disalahgunakan.
Proses Legislasi Menuju Paripurna
Sebelumnya, Komisi III DPR dan pemerintah sudah menyetujui RKUHAP untuk dibawa ke tingkat paripurna. Keputusan itu diambil setelah berbagai pembahasan dan masukan publik. Karena itu, paripurna hari ini menjadi moment penting sebagai puncak proses legislasi.
Ketua Komisi III, Habiburokhman, menyampaikan permohonan maaf bahwa tidak seluruh aspirasi publik bisa diakomodasi dalam draf akhir. Namun, ia menegaskan bahwa RKUHAP tetap dirancang untuk menjadi pendamping KUHP baru dengan nilai-nilai restoratif dan keadilan.
Sorotan dan Kritik Publik
Meski pengesahan sudah dekat, tidak semua pihak mendukung tanpa catatan. Sejumlah elemen masyarakat sipil telah menyoroti pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHAP. Salah satu catatan penting datang dari Kompas, yang menyebut masih ada norma dalam RKUHAP yang menuai polemik karena dianggap berpotensi membatasi kebebasan sipil.
Isu-isu sensitif seperti hak tersangka, mekanisme penahanan, dan hak praperadilan menjadi perhatian utama. Sejumlah aktivis hukum mengingatkan DPR agar tidak tergesa-gesa mengesahkan RKUHAP tanpa memperhatikan masukan publik secara komprehensif.
Makna Pengesahan
Jika disahkan hari ini, RKUHAP akan menjadi dasar hukum acara pidana yang baru, mendampingi KUHP baru yang sudah diundangkan. Para pendukung berharap RKUHAP dapat memperkuat sistem peradilan pidana di Indonesia dengan prinsip keadilan restoratif dan pengurangan penyalahgunaan kewenangan aparat.
Menurut beberapa pakar hukum, perubahan ini dapat mendorong reformasi sistem peradilan: semakin menempatkan praperadilan sebagai mekanisme perlindungan dan memperkuat hak-hak tersangka agar tidak semata dikriminalisasi tanpa proses yang adil.
Tantangan yang Menanti
Meskipun pengesahan tampak di depan mata, ada sejumlah tantangan pasca-paripurna:
- Implementasi di lapangan: Menyusun regulasi baru tidak cukup; aparat penegak hukum perlu memahami dan menerapkan ketentuan RKUHAP secara konsisten agar tidak menimbulkan penyalahgunaan.
- Sosialisasi ke masyarakat: Banyak warga mungkin belum paham perubahan apa yang dibawa RKUHAP baru, terutama soal hak tersangka dan praperadilan — pendidikan hukum publik sangat penting.
- Pemantauan pasal bermasalah: Pihak sipil perlu terus memantau pasal-pasal RKUHAP yang sempat menuai kritik untuk memastikan perlindungan hak asasi tetap terjaga.
Kesimpulan
Pengesahan RKUHAP di paripurna DPR pada hari ini merupakan tonggak penting dalam reformasi hukum pidana di Indonesia. Setelah melalui proses panjang, revisi sistem hukum acara pidana ini diharapkan mampu menyinergikan KUHP baru dengan mekanisme peradilan yang lebih modern, adil, dan manusiawi.
Meski mendapat dukungan dari DPR dan pemerintah, pengesahan tetap diwarnai kritik dari masyarakat sipil yang menuntut agar norma-norma bermasalah dikaji ulang. Ke depan, keberhasilan RKUHAP tak hanya diukur dengan disahkannya undang-undang, tetapi juga seberapa baik ia diimplementasikan dan dipahami oleh penegak hukum dan masyarakat luas.
Dengan disahkannya RKUHAP, masyarakat dan lembaga hukum memiliki momen krusial untuk bersama-sama memastikan sistem pidana Indonesia berjalan lebih adil, transparan, dan manusiawi.

