Perang Thailand–Kamboja Meluas: Dari Perbatasan Darat ke Wilayah Laut – Analisis Situasi Terkini
Bangkok – Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja semakin serius. Awalnya bentrokan terjadi di perbatasan darat yang panjangnya sekitar 800 kilometer, namun dalam beberapa pekan terakhir eskalasi konflik dilaporkan merambat ke laut, khususnya perairan Teluk Thailand, yang turut menjadi titik fokus sengketa dan operasi militer kedua negara.
Perluasan konflik ini merupakan perkembangan terbaru dari ketegangan yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2025 dan kembali meningkat sejak awal Desember 2025. Bentrokan yang semula terbatas pada serangan artileri darat kini melibatkan angkatan laut serta dominasi aspek strategis maritim, termasuk pengawasan jalur laut dan persediaan logistik.
Perubahan Taktik: Laut Masuk Ruang Perang
Menurut analisis situasi terbaru, Angkatan Laut Thailand mulai terlibat aktif dalam operasi perang sebagai respons terhadap dugaan aktivitas militer di laut. Beberapa kapal dagang Thailand yang dilaporkan membawa bahan bakar ke pelabuhan di Kamboja menarik perhatian militer Thailand, yang kemudian meningkatkan patroli laut serta menetapkan sejumlah zona berisiko tinggi di Teluk Thailand—wilayah perairan strategis yang kaya sumber daya gas dan minyak bawah laut
Peta sengketa maritim antara Thailand dan Kamboja menetapkan batas zona laut yang tumpang tindih di sekitar sumber gas alam offshore, sehingga potensi kerawanan konflik juga meningkat. Kedua negara memiliki pandangan berbeda terhadap penetapan batas maritim dan pemanfaatan sumber daya di wilayah Teluk Thailand.
Angkatan laut Thailand juga meningkatkan kesiagaan terhadap kapal komersial yang melintas di perairan dekat Ream Naval Base di Kamboja, yang baru-baru ini diperluas dan diperkirakan mampu menampung kapal perang dan kapal besar. China diduga memperkuat fasilitas ini, meski pihak Beijing menyatakan keterlibatan mereka hanya dalam bentuk latihan kerja sama normal, bukan sebagai bagian dari konflik.
Dampak Darat: Korban dan Pengungsi Meningkat
Konflik yang terbuka sejak Juli 2025 telah menyumbang angka korban jiwa dan pengungsi yang signifikan. Pertempuran di beberapa provinsi perbatasan seperti Ubon Ratchathani, Surin, Preah Vihear, dan Banteay Meanchey telah membuat ribuan warga sipil terpaksa mengungsi demi keselamatan mereka
Sebelumnya, banyak laporan menyatakan ratusan orang tewas akibat bentrokan artileri, serangan udara, serta pertempuran di darat antara kedua militer. Pemerintah Thailand dan Kamboja saling menuduh pihak lawan sebagai inisiator konflik, dengan klaim penggunaan senjata berat yang memperburuk situasi kemanusiaan.
Pengungsi dari wilayah konflik merasakan kesulitan dalam mobilitas dan pemenuhan kebutuhan dasar. Banyak keluarga terpisah ketika peta perbatasan yang tertutup membuat rute keluar menuju negara tetangga menjadi sangat terbatas.
Aspek Geopolitik dan Peran Negara Luar
Konflik perang ini tidak hanya berdampak secara bilateral. Kekuatan besar seperti Amerika Serikat (AS) dan China turut memperhatikan dinamika ini. AS memiliki hubungan aliansi militer dengan Thailand dan sering melatih angkatan laut negara tersebut dalam latihan bersama multinasional, sementara China merupakan pemasok senjata dan terlibat dalam pengembangan fasilitas militer Kamboja.
Ancaman eskalasi konflik juga memicu kekhawatiran bahwa perang bisa menarik pihak luar untuk terlibat secara tidak langsung, baik melalui dukungan militer, logistik, maupun tekanan diplomatik di forum internasional.
Upaya Diplomasi Regional: ASEAN dan Negara Tetangga Turun Tangan
Sadar akan ancaman perang yang berkepanjangan, ASEAN bersama sejumlah negara anggota telah mencoba mempertemukan perwakilan Thailand dan Kamboja untuk mencari solusi damai. Menteri Luar Negeri dari negara-negara ASEAN bahkan menggelar pertemuan khusus yang mencoba mendorong dialog dan gencatan senjata.
Perdana Menteri Malaysia, selaku ketua ASEAN saat ini, menekankan pentingnya dialog terbuka antar kedua negara demi menghentikan eskalasi kekerasan dan mengurangi penderitaan rakyat di wilayah konflik. Namun hingga kini belum ada kesepakatan gencatan senjata yang permanen.
Kesimpulan: Konflik yang Semakin Kompleks
Perang Thailand–Kamboja kini telah melampaui batas wilayah darat yang sempit dan memasuki ruang laut strategis di Teluk Thailand, memperlihatkan gejolak konflik yang semakin kompleks. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di garis depan perbatasan, tetapi juga oleh perekonomian dan keamanan regional di Asia Tenggara.
Perluasan medan perang ini memperlihatkan bagaimana sengketa klaim teritorial, kepentingan ekonomi, serta dinamika geopolitik besar seperti peran AS dan China turut membentuk perjalanan konflik. Upaya diplomatik melalui ASEAN dan pertemuan internasional menjadi harapan terakhir untuk meredakan ketegangan sebelum konflik berubah menjadi perang terbuka yang lebih luas.

